KONSTRIBUSI KONSEPTUALISASI GANGGUAN MENTAL OLEH EMIL KRAEPELIN
PENDAHULUAN
Setelah membaca sejarah dan sumbangsih Emil
Kraepelin terhadap psikologi, penulis berusaha untuk mengembangkan pembahasan
yang sudah dikerjakan sebelumnya tentang tokoh psikologi yaitu Emil
Kraepelin. Makalah
ini ditulis dengan pengetahuan awal yang diketahui oleh penulis selama ini, yaitu
bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karena pengaruh roh jahat. Sehingga
tujuan lain penulisan makalah ini adalah untuk membandingkan pengetahuan awal
penulis dengan ilmu psikologi, dalam hal ini pandangan Emil Kraepelin.
Emil Kraepelin adalah orang yang
pertama mengklasifikasikan gangguan mental berhubungan dengan pandangan popular
yang seringkali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman dan penghukuman,
bukannya simpati dan perhatian ke dalam kategori yang berbeda dan klasifikasi
tersebut masih tetap digunakan sebagai deskripsi dan kategorisasi skizofrenia
sampai sekarang.
SEJARAH
EMIL KRAEPELIN
Kraepelin adalah
anak seorang Pegawai Negeri Sipil, lahir pada 15 Februari 1856 di Neustrelitz,
di distrik Mecklenburg Jerman.[1]
Kraepelin mulai penelitian medis di Leipzig dan Wurzburg, Jerman. Di Leipzig,
ia belajar psikologi dengan Wilhelm Wundt. Pada tahun 1879, Kraepelin pergi
untuk bekerja dengan Bernhard von Gudden di University of Munich. Ia kembali ke
Universitas Leipzig pada tahun 1882 dan bekerja di klinik neurologi W. Erb 's dan
Wundt, Psychopharmacology Laboratorium.
Pada 1884 ia menjadi dokter senior di Leubus dan tahun berikutnya ia diangkat
sebagai direktur dari Institut Pengobatan dan Perawatan di Dresden.
Tahun 1886 di
usia 30, Kraepelin mendapat gelar Profesor Psikiatri di Universitas Dorpat.
Empat tahun kemudian, ia menjadi kepala
departemen di Universitas Heidelberg sampai tahun 1904. Pada tahun yang sama,
Kraepelin menjadi direktur klinik psikiatri baru di Munich dan sebagai Profesor
Psikiatri di universitas tersebut. Dibawah arahannya, Klinik Munich terkenal menjadi
pusat untuk pengajaran dan penelitian dalam bidang psikiatri.
Kraepelin pensiun dari mengajar di usia 66 dan
mengabdikan tahun-tahun yang tersisa untuk mendirikan Institut Jerman
Psychiatric Research, yang kemudian menjadi Institut Kaiser Wilhelm di
University of Munich. Institute ini dibangun dengan bantuan finansial dari
Rockefeller Foundation. Institut tersebut didedikasikan dua tahun setelah kematian
Kraepelin di Munich pada 7 Oktober 1926 di Munich Jerman.
SUMBANGSIH
EMIL KRAEPELIN TERHADAP PSIKOLOGI
Banyak filsuf, teologis dan dokter di abad lampau yang
mempelajari pikiran yang bermasalah meyakini bahwa penyimpangan merupakan
cermin ketidaksenangan para dewa atau kerasukan setan. Doktrin bahwa wujud yang
jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan
tubuhnya disebut demonologi.[2]
Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal yang disebabkan oleh
kerasukan roh jahat, maka penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat
dengan mantera atau siksaan ritualistik.
Namun di dalam psikologi, dikenal perilaku-perilaku yang menyimpang dari
perilaku yang normal sebagai gejala dari gangguan mental.[3]
Penyimpangan perilaku dapat disebabkan oleh kelainan psikis pada orang-orang
yang bersangkutan, tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
perubahan sosial, ekonomi, stress, yang mengubah kriteria normal menjadi tidak
normal.
Pada tahun 1883,
Kraepelin berpendapat bahwa psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran dan harus
diselidiki dengan observasi dan eksperimen seperti ilmu alam lainnya.[4]
Oleh karena itu, gangguan mental, selain menjadi salah satu bidang psikologi,
dipelajari juga oleh ilmu kedokteran, khususnya Kedokteran Jiwa atau
“psikiatri.”[5]
Kraepelin juga melakukan penelitian penyebab biologis penyakit mental dan
mendirikan dasar-dasar sistem klasifikasi modern untuk gangguan mental, karena
menurut Kraepelin dengan mempelajari sejarah kasus dan mengidentifikasi
gangguan spesifik, perkembangan penyakit mental dapat diprediksi, dengan
melihat perbedaan individu baik dalam hal kepribadian, usia maupun faktor
genetik pasien terhadap penyakit
tersebut.
Untuk menggambarkan keadaan orang yang diaanggap tidak
normal atau mengalami ganggaun mental, pada tahun 1898 Emil Kraepelin
memberikan kontribusi konseptualisasi tentang sindrom yang dikenal saat ini sebagai
skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu diagnosis
gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ekspresi dari
realitas.[6] Distorsi persepsi ini dapat mempengaruhi
kelima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan sentuhan,
tetapi yang paling sering bermanifestasi adalah “halusinasi auditif
(seakan-akan mendengar suara-suara atau ada yang mengajak bercakap-cakap),
delusi paranoid (curiga) atau pola pikir atau bicara yang kacau.”[7]
Dua kontribusi
Emile Kraepelin yang sangat penting dalam ilmu psikologi yaitu dengan membedakan dua kelompok utama
psikosis yang disebutnya endogenik atau disebabkan secara internal: penyakit manic depresif dan dementia praecox.[8]
Kontribusi Kraepelin yang pertama, ia menggabungkan beberapa
gejala penyakit jiwa yang biasanya dianggap merefleksikan gangguan-gangguan
yang terpisah dan benar-benar berbeda, yaitu catatonia (selang seling
antara imobilitas dan agitasi yang heboh), hebephrenia (emosionalitas yang dungu dan tidak
matang), dan paranoia (delusi
grandeur atau persekusi).[9]
Skizofrenia katatonik[10]
yang paling jelas adalah pasien umumnya bergantian mengalami imobilitas
katatonik dan keriangan yang liar, namun salah satunya dapat lebih dominan.
Para pasien menolak perintah dan saran dan seringkali menirukan kata-kata orang
lain. Onset reaksi katatonik dapat lebih tiba-tiba dibanding onset
bentuk-bentuk lain skizofrenia, meskipun orang yang bersangkutan kemungkinan
sebelumnya telah menunjukkan semacam
apati dan menarik diri dari kenyataan. Anggota badan orang yang mengalami
imobilitas katatonik dapat menjadi kaku dan bengkak; terlepas dari
ketidaksadaran yang terlihat jelas, setelahnya ia bisa saja mampu menceritakan
semua yang terjadi selama stupor tersebut. Dalam kondisi riang berlebihan orang
yang katatonik dapat berteriak dan berbicara tanpa henti dan tidak runut, dan
selalu bergerak cepat dengan semangat penuh.
Skizofrenia hebefrenik[11]
(sekarang disebut tipe tidak terorganisir) adalah cara bicara mereka mengalami
disorganisasi dan sulit dipahami oleh pendengar. Pasien dapat berbicara secara
tidak runut, menggabungkan kata-kata yang terdengar sama dan bahkan menciptakan
kata-kata baru, seringkali disertai kekonyolan atau tawa. Ia dapat memiliki
afek datar atau terus-menerus mengalami perubahan emosi, yang dapat meledak
menjadi tawa atau tangis yang tidak dapat dipahami. Perilaku dan proses
berpikir pasien secara umum tidak terorganisasi dan tidak bertujuan.
Skizofrenia paranoid[12]
adalah adanya waham (delusi). Waham kejaran adalah yang paling umum, namun
pasien dapat mengalami waham kebesaran, dimana mereka memiliki rasa yang
berlebihan mengenai pentingnya, kekuasaan, pengetahuan atau identitas diri
mereka. Beberapa pasien terjangkit waham cemburu, suatu keyakinan yang tidak
berdasar bahwa pasangan seksual mereka tidak setia. Waham lain yang disebutkan
terdahulu, seperti merasa dikejar atau di mata-matai, juga dapat terlihat
jelas. Halusinasi pendengaran yang jelas dan nyata dapat menyertai waham. Para
pasien yang menderita skizofrenia paranoid sering kali mengalami ideas of reference; mereka memasukkan
berbagai peristiwa yang tidak penting kedalam kerangka waham dan mengalihkan
kepentingan pribadi mereka ke dalam aktivitas tidak berarti yang dilakukan
orang lain.
Kraepelin
mengganggap gejala-gejala ini didasari oleh fitur-fitur yang sama dan
memasukkannya di bawah golongan keadaan yang sama, yang istilah dalam bahasa
Latinnya dementia praecox.[13] Meskipun
manifestasi klinisnya bisa berbeda dari orang ke orang, Kraepelin yakin bahwa
onset diusia dini yang menjadi inti masing-masing gangguan ini akan berkembang
menjadi kelemahan mental, atau ditandai oleh deteriorasi intelektual progresif
(demensia).[14]
Kontribusi
pentingnya yang kedua, Kraepelin membedakan
demensia prekoks (demensia prematur) dengan gangguan manik depresif (gangguan
bipolar). Bagi penderita demensia prekoks, onset pada usia dini dan hasil yang
buruk adalah kriteria khasnya; sebaliknya, pola-pola ini tidak esensial bagi manik
depresif. Kraepelin juga menyebutkan sejumlah gejala pada penderita demensia prekoks,
termasuk halusinasi, delusi, negativisme, dan perilaku stereotip.[15]
Hasil karya Emile Kraepelin dalam
bentuk tulisan yang berkaitan dengan bidang ilmu psikologi antara lain:
1. E. Kraepelin, (1898). The Diagnosis and Prognosis of Dementia
Praecox. paper presented at the 29th Congress of Southwestern
German Psychiatry, Heidelberg.
2. E. Kraepelin, (1899). Kompedium der
Psychiatrie (6th ed.), Leipzig: Abel.
3. E. Kraepelin, (1906). Uber
SprachStronguen Im Traume, Leipzig: Engelmann.
4. E. Kraepelin, (1907). Clinical
Psychiatry, New York, The Macmillan Co.
5. E. Kraepelin, (1913). Psyichiatry: A
Textbook. Leipzig: Barth
6. E. Kraepelin, (1919). Dementia
Praecox and Paraphrenia (R.M. Barday & G.M. Robertson, Trans) New York:
R.E. Kriegen.
7. E. Kraepelin, (1921). Manic
Depressive Insanity and Paranoia Edinburgh, E. dan S. Livingstone, Ltd.
PENUTUP
Setelah membaca
dan mempelajari sejarah, sumbangsih Emil Kraepelin pada psikologi dan penyebab
biologis penyakit mental yang sekarang dikenal dengan istilah skizofrenia memberikan wawasan secara
khusus kepada penulis yang saat ini sedang belajar dan mempersiapkan diri untuk
melayani di gereja dan masyarakat perlu juga untuk mengerti dengan benar
hal-hal seperti ini (selain pelajaran teologi) supaya tidak salah persepsi
ataupun salah bertindak. Penulis sekarang mengerti bahwa tidak semua orang yang
dianggap “tidak normal” adalah karena pengaruh roh jahat melainkan dapat
dipengaruhi faktor genetik, usia maupun penyebab biologis lainnya. Sehingga
penanganan bagi mereka yang mengalami gangguan mental dapat diberikan secara medis maupun melalui
dukungan sosial baik dari keluarga juga lingkungan. Semoga tulisan ini juga
bermanfaat bagi setiap orang yang berminat untuk mendalami psikologi secara
umum maupun secara khusus dalam bidang psikiatri.
[1]
http://en.wikipedia.org/wiki/Emil_Kraepelin#References
[2] Gerald C. Davidson, John M. Neale
dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal
(Edisi ke-9), terj. Noermalasari Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006, 8.
[4] www. Wikipedia……….
[8]Gerald C. Davidson, John M. Neale dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal (Edisi ke-9), terj.
Noermalasari Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 451.
[9] V. Mark Durrand, David H. Barlow, Intisari Psikologi Abnormal, terj. Helly Prajitno Soetjipto, Sri
Mulyatini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, 227-228.
[10] Gerald C. Davidson, John M. Neale dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal (Edisi ke-9), terj. Noermalasari
Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 455.
[11] Gerald C. Davidson, John M. Neale dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal (Edisi ke-9), terj.
Noermalasari Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 455.
[12]Gerald C. Davidson, John M. Neale
dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal
(Edisi ke-9), terj. Noermalasari Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006, 455.
[13] V. Mark Durrand, David H. Barlow, Intisari Psikologi Abnormal, terj. Helly
Prajitno Soetjipto, Sri Mulyatini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,
228.
[14]Gerald C. Davidson, John M. Neale dan Ann M. Kring, Psikologi Abnormal (Edisi ke-9), terj.
Noermalasari Fajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 451.
[15] V. Mark Durrand, David H. Barlow, Intisari Psikologi Abnormal, terj. Helly
Prajitno Soetjipto, Sri Mulyatini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,
228.
Comments
Post a Comment