Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis (A. Sonny Keraf & Mikhael Dua)
1. Buku ini membedakan antara
keyakinan dengan pengetahuan, karena pada dasarnya sebagai manusia seringkali
sulit menyadari sesuatu yang dianggapnya sebagai kebenaran adalah kebenaran itu
sendiri. Oleh karena, pengetahuan dan keyakinan mempunyai suatu kesamaan, yakni
sama-sama merupakan sikap mental seseorang dalam hubungannya dengan obyek
tertentu yang disadarinya sebagai ada
atau terjadi. Dari kesamaan tersebut, buku ini membangun suatu kerangka
berpikir yang sederhana dalam membedakan pemahaman antara keyakinan dengan
pengetahuan. Keyakinan bisa saja keliru, tetapi sah dianut menjadi suatu
keyakinan, karena dalam keyakinan obyek yang disadari sebagai ada itu, tidak
perlu harus sebagaimana adanya. Sebaliknya, pengetahuan tidak bisa salah atau
keliru karena ketika pengetahuan terbukti salah atau keliru, maka tidak bisa
lagi dianggap sebagai pengetahuan. Obyek yang disadari dalam pengetahuan itu
memang ada sebagaimana adanya. Hal tersebut yang menjadi dasar buku ini
membedakan kedua hal di atas, pada akhirnya pengetahuan selalu mengandung
kebenaran.
2. Dari empat macam pengetahuan
(tahu bahwa, tahu bagaimana, tahu akan/mengenai dan tahu mengapa) tersebut
mempunyai suatu pola yang akan membawa manusia untuk melalui proses berpikir
dan bertindak secara mendalam sehingga pada akhirnya sampai pada pengetahuan
yang lebih akurat. Keempat macam pengetahuan menurut polanya (tahu bahwa, tahu
bagaimana, tahu akan/mengenai dan tahu mengapa) mempunyai suatu ciri khas
masing-masing yang membawa kepada suatu perbedaan. Pertama, ‘tahu bahwa’ merupakan suatu pengetahuan yang secara
umumnya disebut sebagai pengetahuan teoretis/pengetahuan ilmiah meskipun tidak
begitu
mendalam. Dalam hal ini ‘tahu bahwa’ berhubungan dengan pengumpulan data atau informasi tertentu. Kedua, ‘tahu bagaimana’ merupakan suatu jenis pengetahuan yang lebih menonjol di dalam praktis/melakukan sesuatu. Ketiga, ‘tahu akan/mengenai’ adalah jenis pengetahuan yang menyangkut tentang sesuatu/seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi secara langsung dengan obyeknya. Keempat, ‘tahu mengapa’ merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan segala sesuatu dan tidak berhenti kepada informasi/data yang didapatkan (tahu bahwa), melainkan jauh lebih dalam dengan menjelaskan sesuatu secara kritis dan analitis dengan mempertanyakan segala sesuatu dan berusaha menjelaskan mengapa itu terjadi.
mendalam. Dalam hal ini ‘tahu bahwa’ berhubungan dengan pengumpulan data atau informasi tertentu. Kedua, ‘tahu bagaimana’ merupakan suatu jenis pengetahuan yang lebih menonjol di dalam praktis/melakukan sesuatu. Ketiga, ‘tahu akan/mengenai’ adalah jenis pengetahuan yang menyangkut tentang sesuatu/seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi secara langsung dengan obyeknya. Keempat, ‘tahu mengapa’ merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan segala sesuatu dan tidak berhenti kepada informasi/data yang didapatkan (tahu bahwa), melainkan jauh lebih dalam dengan menjelaskan sesuatu secara kritis dan analitis dengan mempertanyakan segala sesuatu dan berusaha menjelaskan mengapa itu terjadi.
Adanya suatu Hubungan yang
erat dan saling mendukung di antara empat macam pengetahuan ini. Ketika
berbicara mengenai hubungan antara ‘tahu
bahwa’ dan ‘tahu bagaimana’, kedua jenis pengetahuan ini sangatlah saling
mendukung satu dengan yang lain, ‘tahu bagaimana’ merupakan penerapan praktis
dari apa yang diketahui pada tingkat ‘tahu bahwa’, dan di antara kedua jenis
pengetahuan ini akan membantu manusia menjalani kehidupan yang lebih baik. Antara ‘tahu bahwa’ dan ‘tahu akan’ mempunyai
suatu relasi yang sangat mendalam, supaya apa yang diketahui sungguh-sungguh
merupakan suatu pengetahuan yang
didukung oleh fakta, kita tidak hanya mendasarkan diri pada informasi yang kita
peroleh dari orang lain, melainkan lebih jauh ketika kita mempunyai pengenalan
dan pengenalan langsung secara pribadi dengan objek pengetahuan kita itu. Di
sisi lain, ‘tahu akan’ merupakan semacam ‘tahu bahwa’, dalam pengertian bahwa
‘tahu akan’ sama halnya dengan ‘tahu bahwa’ didasarkan pada informasi tertentu.
Hanya saja, informasi pada ‘tahu akan’ bersifat langsung dan personal. Antara ‘tahu bagaimana’ dan ‘tahu akan’,
ketika mengetahui hal-hal/informasi secara pribadi, maka seseorang pada
akhirnya tahu bagaimana bertindak secara tepat. Dengan pengenalan yang
mendalam, maka seseorang dapat melakukan suatu tindakan yang sesuai dan akurat.
Antara ‘tahu mengapa dan ketiga jenis
pengetahuan lainnya’, kita tidak hanya berhenti pada proses pemikiran tahu
bagaimana cara bertindak dengan baik dan benar, jauh daripada itu diperlukan
suatu pemahaman yang lebih, yakni ‘pengetahuan mengapa’ sehingga kita mempunyai
pemahaman yang benar-benar baru dan menerobos batas-batas data dan informasi
yang didapatkan. Kemudian untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, maka
sangat perlu ‘pengetahuan mengapa’ hal itu terjadi, dan berhubungan dengan
sebab-akibat. Ketika telah mengetahui akan seseorang secara mendalam, maka
diperlukan pemahaman ‘pengetahuan mengapa’ sesuatu terjadi, dengan kata lain
kita memerlukan satu pola dengan pola yang lainnya dalam pengetahuan itu
sendiri untuk memungkinkan manusia sampai pada pengetahuan yang akurat dan
sempurna.
3.
Untuk membedakan pandangan
(Plato dan Descrates) di satu sisi dengan pandangan (John Lock dan David Hume)
di sisi yang lain, maka perlunya memahami aliran filsafat yang mereka anut,
bagi Plato dan Descrates menganut aliran filsafat rasionalisme yang mempunyai
suatu pendirian bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal, akal
dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode
deduktif. Di dalam aliran rasionalisme yang sebenarnya tidak mengingkari peran
dari pengalaman, tetapi pengalaman tersebut dipandang hanya sebagai suatu
perangsang bagi akal dalam mendukung pengetahuan yang ditemukan oleh akal.
Secara garis besar itu yang menjadi pemikiran dasar dari Plato dan Descrates.
Kemudian ketika melihat pandangan John Lock dan David Hume, perlu dipahami
bahwa kedua filsuf tersebut fokus pada aliran filsafat empirisme yang
berpendapat bahwa empiris/pengalaman yang menjadi sumber pengetahuan. Akal
bukanlah sumber dari pengetahuan, tetapi akal hanya berfungsi sebagai pengolah data yang diperoleh dari
pengetahuan. Metode yang digunakan adalah induktif. Secara garis besar
pemikiran John Lock dan David Hume lebih fokus pada pengalaman sebagai sumber
pengetahuan/kebenaran. Jadi perbedaan pandangan dari pandangan (Plato dan
Descrates) di satu sisi dengan pandangan (John Lock dan David Hume) adalah dari
rasionalisme dan empirisme, antara akal budi, wahyu dari Tuhan (a priori) dan pengalaman indrawi, baik
lahiriah (sensasi) maupun batiniah (refleksi), kemudian metode yang digunakan
rasionalisme menonjol pada matematika analisis, sedangkan empirisme pada
ilmu-ilmu alam dan dihubungkan dengan ilmu lain.
4.
Sintesis dari rasionalisme
dengan empirisme sangat terlihat jelas dari pemahaman Immanuel Kant yang
mendamaikan atau berusaha menyatukan kedua pandangan yang dinilai hanya
memiliki setengah kebenaran saja. Dari
hal tersebut Kant berpendapat bahwa ada dua cara yang saling terkair dan
mendukung untuk sampai pada suatu pengetahuan. Pertama, secara empiris, yaitu
dengan mengacu pada pengalaman dan pengamatan indrawi. Kedua, suatu objek hanya
bisa ditangkap oleh pancaindra kalau kita sudah mempunyai kategori-kategori
tertentu. Dengan ini pemikiran Kant untuk melakukan sintesis antara
Rasionalisme dengan Empirsisme, yakni Kant menganggap bahwa manusia
sesungguhnya sudah punya bakat untuk mengetahui sesuatu, sudah ada pengertian apriori tertentu dalam benak manusia.
Kemudian Kant berpendapat untuk menangkap dan menganggap fakta tertentu sebagai
pengetahuan ketika kita sudah mempunyai konsep atau pemahaman tertentu. Kant
berpendapat bahwa manusia hanya tahu tentang benda tertentu dalam alam ini
sebagaimana bernama ini atau itu, berkat pengalaman dan pengajaran orang lain,
bukan semata-mata karena akal budi manusia.
5.
Bagaimana membedakan empat
teori kebenaran?
Perbedaan empat teori kebenaran (teori kebenaran sebagai persesuaian,
teori kebenaran sebagai keteguhan, teoti pragmatis tentang kebenaran, teori
performatif tentang kebenaran). Setiap
teori kebenaran mempunyai unsur tersendiri
yang menjadikannya khas dengan teori yang lain sehingga menjadi faktor
untuk membedakannya. Pertama, teori
kebenaran sebagai persesuaian yang
membahas kebenaran yang terletak pada kesesuaian subyek dan obyek, yaitu
apa yang diketahui obyek dan realitas seagaimana adanya. Dengan pengertian, apa
yang diketahui oleh subyek benar harus sesuai atau cocok dengan obyek, yakni
harus adanya kesamaan atau kesesuaian di dalam realitas. Kedua, teori kebenaran sebagai keteguhan, yakni berpandangan bahwa
suatu pengetahuan, teori, pernyataan atau hipotesis dianggap benar kalau
sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyataan atau hipotesis lainnya. Dalam
hal ini kebenaran hanya dideduksikan
atau diturunkan sebagai konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan lain yang
sudah ada dan yang sudah dianggap benar. Ketiga,
teori pragmatis tentang kebenaran, yakni pengetahuan akan menghasilkan
kebenaran jika di dalam penerapannya menghasilkan sesuatu yang paling berguna
dan paling berhasil dalam memungkinkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu.
Artinya jika pengetahuan itu benar, maka maka harus berguna dan berhasil
membantu manusia untuk bertindak secara tertentu. Keempat, teori kebenaran performatif yang berpandangan bahwa suatu
pernyataan dianggap benar kalau pernyataan tersebut menciptakan realitas.
6.
Apakah kebenaran ilmiah itu
bersifat pasti atau sementara?
Berbicara mengenai kebenaran ilmiah yang terbagi dari pandangan kaum
rasionalis dan kaum empirisme, kaum rasionalis melihat kepastian berkaitan
dengan subyek, sedangkankaum rasionalis sangat yakin bahwa kebenaran sebagai
keteguhan bersifat pasti atau benar. Melihat pandangan fabilisme, yakni suatu
pandangan yang menyatakan bahwa semua pengetahuan bisa salah. Maka, dengan itu
kita dapat melihat bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak luput dari kekeliruan dan
selalu terbuka pada kritik dan perbaikan. Jalan penelitian harus dibuka
sehingga kekeliruan dapat dikurangi, meskipun tidak ada harapan untuk
menghilangkan semua kekeliruan. Oleh karena itu, pengetahuan yang paling baik
kita miliki adalah pengetahuan yang idak pasti. Bisa jadi apa yang kita terima
sekarang ketika di masa depan akan dilihat sebagai kekeliruan.
7.
Apa yang membedakan metode
deduksi dan induksi?
Singkatnya metode deduksi merupakan suatu proses pengambilan keputusan
sebagai akibat dari alasan-alasan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis
data. Proses pengambilan kesimpulan didasari dengan alasan yang benar dan
valid, kemudian proses pengambilan kesimpulan berdasarkan alasan yang valid
atau dengan menguji hipotesis dengan menggunakan data empiris. Secara garis
besar metode deduksi adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal umum
terlebih dahulu kemudian dihubungkan ke bagian-bagian yang khusus. Sedangkan
metode induktif adalah proses pengambilan keputusan/kesimpulan yang didasarkan
pada satu atau dua fakta atau bukti-bukti. Dengan demikian metode induksi
bekerja dengan cara mengumpulkan data kemudian hipotesis dibuat. Secara garis
besar metode induksi adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
berdasar dari hal-hal khusus ke hal-hal
umum.
8.
Inti dari Induksi gata Bacon
adalah bahwa ilmu pengetahuan harus bermula
dari dan dikendalikan oleh pengamatan yang tidak terpengaruh oleh
pengandaian apa pun juga. Poin penting yang dikatakan Bacon: pertama, ketika
mengandaikan penelitian ilmiah, ilmuan harus bebas dari segala
pengandaian/spekulasi awal yang dapat memperdaya dalam mengamati obyek
penelitian. Kedua, sebisa mungkin memperhatikan fakta dan data yang bertentangan
satu sama lain. Ketiga, Setelah mengamati obyek dan mengumpulkan data tentang
obyek, maka fakta dan data tersebut harus dievaluasi, diklasifikasi, dirumuskan
dan disimpulkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki ilmuan. Pada akhirnya apa
yang disampaikan Bacon ialah metode yang dapat dipakai oleh ilmuan untuk bisa
melahirkan teori tertentu yang menurut Bacon, akan punya peluang paling besar
untuk menjadi teori yang paling benar dibandingkan dengan yang diperoleh
melalui cara lain.
Kelemahan Induksi gaya Bacon, Pertama, dalam kenyataannya kita tidak pernah mendekati, meneliti, dan
membaca alam dengan mata telanjang yang kosong sama sekali. Kita tidak bisa
melakukan pengamatan apa pun atas alam tanpa ide tertentu tentang alam yang
sedang kita amati. Maka asumsi teoretis tetap penting, tetapi kita tidak boleh
menjadi budak dari asumsi teoretis. Kita harus tetap terbuka pada penemuan
baru. Kedua, bahwa fakta, data, fenomena tidak pernah menampilkan drinya kepada
kita sebagai fakta, data, fenomena yang telanjang begitu saja. Fakta yang ada
perlu ditafsirkan. Oleh karena itu, Bacon keliru kalau dia menyingkirkan begitu
saja spekulasi ilmiah.
9. Langkah-langkah metode induksi
Saya memahami bahwa metode induksi murni yang mempunyai empat langkah
penting, yakni (identifikasi masalah-pengamatan dan pengumpulan data-hipotesis-pengujian hipotesis), dalam
hal ini metode induksi yang telah dimodifikasi
dengan melihat titik berangkat kelemahan gaya Bacon, maka metode induksi
yang sudah dimodifikasi, yakni (identifikasi masalah- hipotesis-pengamatan dan pengumpulan data -pengujian hipotesis). Dalam metode induksi yang telah dimodifikasi
ini, hipotesis dibentuk berdasarkan akal sehat, spekulasi, imajinasi, maupun
asumsi tertentu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Pada akhirnya, masalah
yang dijawab dengan berpaling pada hipotesis tertentu yang langsung diajukan
berdasarkan pengetahuan tentatif tertentu.
10. Situasi masalah merupakan unsur paling pokok dalam cara kerja induksi karena situasi
masalah adalah titik pangkal, titik mulai dari cara kerja induksi. Untuk
melihat situasi masalah, maka perlu melihat ciri-ciri masalah yang baik, karena
ada banyak masalah dalam hidup ini yang bisa diteliti. Tetapi, tidak semua
masalah pantas untuk diteliti. Oleh karena itu sangat penting mengetahui
masalah yang pantas untuk diteliti. Ada beberapa ciri dari masalah yang pantas
diteliti:1)Masalah harus mempunyai nilai untuk diteliti, 2)masalah yang akan
diteliti harus feasible, dalam
pengertian punya keungkinan untuk dipecahkan atau layak diteliti, 3) masalah
tersebut harus sesuai dengan klasifikasi peneliti.
Dalam Perumusan dan Pengujian
Hipotesis, maka hipotesis terseut harus dirumuskan
sedemikian rupa sehingga secara empiris dapat diuji kebenarannya. Artinya,
hipotesis tersebut sungguh-sungguh memungkinkan kita untuk mengumpulkan
berbagai fakta yang dapat membenarkan atau sebaliknya menyangkal hipotesis
tersebut. Pada ahirnya hipotesis dapat memungkinkan kita mengajukan berbagai
fakta dan data yang memberi penjelasan mengenai masalah yang dihadapi. Dalam
induksi murni,setelah hipotesis dirumuskan kemudian dilakukan pengujian dengan melihat dan menganalisis apakah
hipotesis tersebut terbukti benar atau tidak. Jadi, prediksi tidak lain berarti
menurunkan berbagai fakta dan data secara logis
sebagai konsekuensi logis dari hipotesis yang benar tadi.
Comments
Post a Comment