Mengapa kita bersandiwara?

Agar dapat memelihara citra diri yang stabil, orang bersandiwara di hadapan audiens sosialnya. Goffman memandang kehidupan sosial sebagai serangkaian sandiwara dramatik yang mirip ditampilkan di atas panggung (Ritzer, 2012:637). Layaknya Lagu "Panggung Sandiwara" ciptaan Taufik Ismail yang dipopulerkan oleh Nicki Astria:
Dunia ini panggung sandiwara
Cerita yang mudah berubah
Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran berpura pura
Mengapa kita bersandiwara
Mengapa kita bersandiwara
MENGAPA KITA BERSANDIWARA?
Pada dasarnya diri kita bukanlah milik kita sendiri (aktor), tetapi lebih tepatnya sebagai produk interaksi dramatik antara aktor dan audiens. Diri 'adalah suatu efek dramatik yang sedang muncul dari suatu adegan yang disajikan" (Goffman, 1959:253).
Terasa aneh ketika menghadapi hal ini dalam kehidupan nyata, terlebih khusus dalam media sosial yang bahkan setiap saat 'berkicau' untuk audiensnya. Sang Aktor yang berkicau untuk tampil elegan dengan setiap kata-kata mutiara yang disajikan, kemudian beberapa saat kemudian Sang Aktor tampil dengan kata-kata emas yang memotivasi, tidak berapa lama kicauan 'ganas' dari Sang Aktor menyerukan sesuatu yang 'kasar', penuh dengki, dsb. Hal itu merupakan sandiwara yang luar biasa, penuh intrik dan membuat audiens terperangah, entah itu penuh kebingungan, gelisah, bahkan terbawa emosi melihat Sang Aktor. Media sosial menjadi suatu sarana bagi manusia saat ini untuk bersandiwara dalam kehidupan maya maupun kehidupan nyata!
Goffman mencirikan perhatian sentral tersebut sebagai "Manajemen Kesan", yakni para aktor berharap bahwa pengertian diri yang mereka sajikan kepada audiens akan cukup kuat bagi audiens untuk mendefinisikan para aktor seperti yang diinginkan para aktor itu. Kemudian para aktor juga berharap bahwa hal itu akan menyebabkan audiens bertindak dengan sengaja seperti yang diinginkan para aktor  (Ritzer, 2012:638).
Catatan penting! Suatu sandiwara yang sukses bergantung pada keterlibatan semua pihak (Aktor dan Audiens). Ada satu teknik yang menarki dalam sandiwara, yakni mistifikasi (adanya batasan antara aktor dan audiens) dengan adanya 'jarak sosial' di antara diri mereka dan audiens, kemudian mereka mencoba menciptakan rasa kagum terhadap audiens. Hal itu sebaliknya membuat audiens tidak mempertanyakan sandiwara itu lagi. Goffman melihat bahwa audiens terlibat dalam proses sandiwara ini dan bahkan ia sendiri berusaha mempertahankan kredibilitas sandiwara itu dengan menjaga jarak dari tim pemain sandiwara.
Apakah lirik lagu di atas sudah terjawab? mengapa kita bersandiwara?
Sekali lagi Goffman mengatakan bahwa adanya 'ketidaksesuaian yang krusial antara diri kita yang terlalu manusiawi dan diri kita yang tersosialkan' (Goffman, 1959:56).

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama