TEOLOGI, KEBIJAKAN PUBLIK dan BUDAYA POLITIK


Kelompok V :
ü  Nirmala Ch. W. Sinaga           (752015014)
ü  Desy Kharisni Jeni Lero          (752015021)
ü  Asri Efriani Sauru                   (752015024)
ü  Sri Widiastuti                          (752015026)
ü  Martha Junita Nomseo            (752015027)
ü  Sri Susilaningtyas                    (752015028)
ü  Eleksio Petrich Pattiasina        (752015031)

ü  Eduard Luturmas                    (75 2015 702)

A.    PENGANTAR
Kebijakan publik  keputusan pemerintah sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Sebagai sebuah strategi, kebijakan publik selalu rata-rata bersifat kuratif daripada preventif, yakni selalu sifatnya reaktif daripada proaktif terhadap berbagai situasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Alhasil, kebijakan publik tidak hanya bersifat positif namun juga negatif, dalam artinyabahwa pilihan keputusan selalu bersifat menerima salah satu dan menolak yang lain.Setiap aras ruang publik merupakan kebijakan publik itu sendiri. Dengan pengertian ini, maka jelas bahwa dalam penerapan kebijakan publik di Indonesia baik di taraf nasional maupun lokal, di satu sisi ada pihak yang diuntungkan namun di sisi lain ada pula pihak yang dirugikan. Hal ini menjadi penting untuk dibicarakan terkait dengan studi teologi sosial yang bertujuan untuk menciptakan kebaikan bersama yang membebaskan semua pihak sebagai wujud pemahaman iman. Semua pihak menginginkan agar kebijakan publik yang diberlakukan oleh pemerintah dapat menjawab kebutuhan publik secara merata dan tidak berpihak kepada siapapun. Agar pembahasan kebijakan publik lebih mendalam maka dalam paper ini kelompok akan membahas topik kebijakan publik terhadap kasus penggusuran pemukiman Kalijodo yang akan dianalisa berdasarkan konsep teologi sosial, kebijakan publik dan budaya politik.



B.     LANDASAN KONSEPTUAL
1.      Kebijakan Publik
a.      Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Amir Santoso yang dikutip oleh Solahudin Kusumanegara mengatakan bahwa kebijakan publik memiliki arti yang terdiri dalam dua konsentrasi, yaitu konsentrasi pada tindakan-tindakan pemerintah dan konsentrasi pada implementasi kebijakan.[1] Untuk pengertian dalam konsentrasi pada tindakan pemerintah sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Rs. Parker, yang mengartikan kebijakan publik sebagai suatu tujuan tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada suatu periode tertentu sebagai tanggapan terhadap krisis tertentu yang sedang terjadi. Sedangkan dalam konsentrasi implementasi, kebijakan publik diartikan oleh Nakamura dan Smalwood sebagai serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan tersebut.[2]
Berbicara mengenai kebijakan publik, terdapat beberapa konsep yang memiliki makna berbeda, antara lain konsep kebijakan, studi kebijakan, analisis kebijakan, advokasi kebijakan, penelitian kebijakan dan kebijakan publik.[3] Kebijakan publik juga merupakan subdisiplin yang tidak asing lagi dalam ilmu politik. Dari beberapa konsep yang ada, kebijakan publik mencakup pula tentang analisis kebijakan.[4] Wilayah kajian dari kebijakan publik juga mencakup siklus atau tahap dari kebijakan. Adapun siklus yang menggambarkan proses dari kebijakan, yaitu agenda setting, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan, perubahan kebijakan dan yang terakhir terminasi kebijakan.[5]

b.      Bentuk-bentuk pertama dalam kebijakan publik:[6]
§  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
§  Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
§  Peraturan Pemerintah
§  Peraturan Presiden
§  Peraturan Daerah
            Kelima hirarki di atas adalah bentuk Undang-Undang Nomor 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis peraturan perundang-undangan. Kelima hirarki ini disebut sebagai kebijakan publik sebab mereka adalah aparat publik yang dibayar oleh uang publik contohnya melalui pajak. Ada tiga macam kebijakan publik:[7]
1.      Kebijakan publik yang bersifat makro (yang termasuk disini adalah kelima peraturan yang tersebutkan di atas).
2.      Kebijakan publik yang berupa peraturan menteri, surat edaran menteri, peraturan gubernur, peraturan bupati, dan peraturan walikota
3.      Kebijakan yang bersifat mikro yang mengatur pelaksanaan kebijakan di atasanya. Bentuk langsungnya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik, yaitu yang dibawah menteri, gubernur, bupati dan wali kota.

c.       Model analisis dalam kebijakan publik diantaranya adalah :[8]
·         Rational actor model
Organisasi negara berperilaku seperi individu yang rasioanal. Pemerintah mengambil keputusan setelah adanya pembahasan secara mendetail terkait informasinya termasuk juga tentang apa konsekuensi atas suatu keputusan tersebut juga harus diketahui.
·         Organizational behavior model
Menekankan pada proses pengambilan keputusan organisasional dan berlangsung secara wajar. Semua elemen harus diperhitungkan dalam pengambilan keputusan disini. 
·         Goverment
Semua keputusan adalah resultan politik, artiya adalah sebuah keputusan merupakan hasil dari permainan politik dan negosiasi dari kompromi kepentingan politik.

d.      Aktor-aktor dalam proses kebijakan
Dalam suatu proses kebijakan, yang menjadi aktor adalah dari berbagai macam lembaga yang tercakup dalam supra struktur politik dan infra struktur. Sebutan untuk para aktor antara lain: partai politik, media masa, organisasi komunitas, aparat administrasi dan birokrasi, lembaga peradilan, legislator, kabinet bayangan. Masing-masing dari setiap aktor memiliki karakterisitik yang dapat menunjukkan kekuatannya dalam mempengaruhi suatu kebijakan.[9]
e.       Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan
·         Perumusan masalah
Dalam proses pembuatan kebijakan publik, membantu kita menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukkan pandangan-pandangan yang bertentangan dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.
·         Peramalan
Menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu. Dalam peramalan dapat diuji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengekstimasi akibat dari kebijakan yang ada atau dari yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengekstimasi kelayakan publik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.
·         Rekomendasi
Membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukkan kriteria dalam pembuatan pilihan dan menentukkan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.
·         Pemantauan (monitoring)
Menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Ada berbagai indikator dalam kebijakan yang ada di bidang kesehatan, pendidkan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan ilmu dan teknologi. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukkan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukkan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan.

·         Evaluasi (Penilaian)
Membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klraifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.[10]

2.      Budaya Politik
a.      Pengertian Budaya Politik
Istilah politik berasal dari kata Yunani polis yang secara harfiah berarti negera/kota.[11] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik berarti ilmu mengenai sistem pemerintahan (dasar-dasar pemerintahan) atau mengenai urusan dan kebijakan-kebijakan tertentu dalam suatu negara. Budi Mulyawan menyatakan bahwa budaya politik merupakan sesuatu yang inheren pada setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam sistem politik tradisional, transisional, maupun modern, sehingga menjadi aspek yang siginifikan dalam sistem politik.[12] Dengan pengertian ini, maka istilah politik berfokus pada negara/kota yang menyangkut berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dan bagaimana rakyat merespon hal tersebut untuk mencapai tujuan bersama.
Seiring berkembangnya waktu, makna politik dibagi menjadi dua yaitu politik sebagai ilmu dan politik sebagai filsafat. Menurut Budiardjo, seperti yang dikutip oleh Jimmy Rungkat, politik sebagai ilmu (political science) berbicara tentang pengambilan keputusan (decisionmaking) demi melahirkan tujuan-tujuan dari sistem pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber yang ada, dan untuk melaksanakan semua itu diperlukan faktor kekuasaan(power) dan kewenangan (authority)yang dapat direalisasikan dengan cara persuasi atau paksaan. Sedangkan politik sebagai filsafat (political philosophy) menyangkut alat kontrol dalam sebuah sistem pemerintahan yang mengacu pada persoalan fundamental, hakikat dan tujuan-tujuan ideal negara, fungsi yang benar dari pemerintah, dan batas-batas kekuasaannya yang tidak hanya pada individu, tetapi juga terhadap keluarga, lembaga keagamaan dan institusi lainnya. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa politik sebagai filsafat memiliki kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan dimana suatu keputusan, kebijakan dan tindakan itu bersifat politis dalam suatu pemerintahan apabila diambil atau didasarkan pada kepentingan masyarakat secara menyeluruh.[13]Dengan penjelasan pengertian ini, maka kelompok menyimpulkan bahwa budaya politik merupakan suatu kebiasaan yaang telah disepakati bersama untuk mencapai tujuan tertentu termasuk juga dalam pengambilan kebijakan publik dan menjadi kontrol atas aktivitas negara yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh. Kebijakan publik yang dirancangkan pemerintah sudah semestinya berpusat pada masyarakat.
b.      Ruang Lingkup Politik[14]
§  Masyarakat
Menurut Harold J. Laski, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Dalam masyarakat, setiap orang menginginkan beberapa nilai seperti kekuasaan, pendidikan atau penerangan, kekayaan, kesehatan, keterampilan, kasih sayang, kejujuran dan keadilan, serta keseganan atau respek.
§  Negara
Negara (Jerman: “Staat”, Inggris: “State”) memiliki dua arti yaitu negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis serta negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis, yang menata dan menguasai wilayah itu. Ada 2 sokoguru filsafat negara yaitu: pertama, keyakinan – bahwa negara tidak berhak menuntut ketaatan mutlak; kedua, negara dalam menjalankan tugasnya terikat pada norma-norma etis dimana ide keadilan adalah yang paling dasar; ketiga, kekuasaan negara harus mengalir melalui jalur-jalur sistem hukum.
§  Demokrasi
Demokrasi berasal dari dua kata Yunani, yaitu: demos (rakyat) dan kraton atau kratein (kekuasaan). Jadi, demokrasi berari kekuasaan pada rakyat. Ada dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang berdasarkaan Marxisme-Leninisme (komunisme). Demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaannya, suatu negara hukum yang tunjuk pada peraturan. Sedangkan demokrasi yang berdasarkan komunisme mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya, dan yang bersifat totaliter. Indonesia menganut demokrasi konstitusional (demokrasi Pancasila), di mana pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya dan pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi.
§  Hak Azasi Manusia
Pada dasarnya manusia memiliki karakteristik sebagai makhluk yang ebbasm rasional dan memiliki tujuan yang harus dijamin negara. Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa hak azasi manusia merupakan pengakuan masyarakat, karena dia manusia, harus diperlakukan sebagai manusia. Sehingga pengakuan atas hak azasi manusia merupakan tanda solidaritas bangsa.
§  Partai Politik
R. H. Soltau mendefinisikan partai politik sebagai sekelompok warga negara yang terorganisir, bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya – bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

C.    KEBIJAKAN PUBLIK dan BUDAYA POLITIK DALAM MASYARAKAT

a.      Analisa Kebijakan Publik dan Budaya Politik terhadap Kebijakan Publik
Setiap peristiwa yang terjadi dalam realitas kehidupan bermasyarakat merupakan hasil dari kebijakan publik, yang juga merupakan cerminan dari budaya politik itu sendiri. Kebijakan publik seharusnya bersifat adil dan menyejehterahkan rakyatnya, bukan menyengsarakan rakyatnya. Dari berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, kami memilih dua topik tentang kebijakan publik, yang mempengaruhi keadaan masyarakat dan menimbulkan situasi pro dan kontra di dalamnya. Ada beberapa contoh kasus kebijakan publik yang bersifat tidak adil dan mendiskriminasi kaum lemah, diantaranya permasalahan tentang pendidikan. Pendidikan yang kami lihat di sini adalah maraknya ijazah palsu di mana-mana. Ini merupakan tindakan ilegal dan sesuatu yang berhubungan erat dengan kepentingan-kepentingan politik, negosiasi politik maupun distribusi kekuasaan di dalamnya. Karena ditemukan, bahwa ijazah palsu tersebut merupakan hasil dari kerjasama antara universitas dengan pembuat ijazah palsu.[15] Hal ini sebelumnya tidak tersentuh dalam prioritas pembuatan kebijakan publik, padahal ini merupakan hal yang sensitif dan sangat mengganggu di tengah-tengah masyarakat. Akar dari praktik korupsi bisa diambil dari praktik semacam ini, moral masyarakat semakin terpuruk dengan budaya instan.
Dalam kasus pendidikan, persoalan pembuatan kebijakan publik terkait dengan perumusan kurikulum, yang sering kali berubah dan hasilnya belum maksimal. Kurikulum pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam proses belajar dan mengajar. Banyak sekolah yang belum siap menggunakan kurikulum 2013, misalnya. Dalam hal ini, siap dalam bentuk imaterial maupun material, yakni dalam hal pengadaan buku ajaran yang belum tersedia secara maksimal, sistem penilaian yang masih belum dipahami oleh guru-guru, dan sebagainya. Ketika hal itu terjadi, maka ketimpangan sosial mulai terasa dan ketidakadilan struktural terjadi, karena adanya kebijakan yang tidak relevan dengan keadaan dalam masyarakat. Kemudian, persoalan kebijakan publik yang menjadi permasalahan struktural sampai saat ini adalah tentang kesehatan. Pembangunan infrastruktur kesehatan menurut data yang didapatkan 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit di Indonesia, kebanyakan masih berada di daerah perkotaan. Permasalahan selanjutnya adalah tentang kurang meratanya dokter spesialis di daerah timur Indonesia, data dari kementerian kesehatan RI, bahwa sebanyak 52,8 % dokter spesialis berada di Jakarta, sementara hanya 1-3% berada di bagian Timur Indonesia.[16] Melihat data tersebut, sungguh ironi bahwa kebijakan publik yang harusnya menyejahterahkan masyarakat, tetapi sebaliknya hanya fokus pada daerah ‘pusat’ saja, sedangkan daerah pinggiran dilupakan. Sama halnya dengan persoalan pembangunan rumah ibadah, yang seringkali dihubungkan dengan persoalan politis. Izin membangun rumah ibadah menjadi suatu kebijakan publik ketika sudah terjadi ketegangan dan konflik di sekitar masyarakat. Kebijakan publik seharusnya menjadi harapan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupannya hari lepas hari. Tanpa disadari proses pengambilan kebijakan publik tidak bisa lepas dari celah, artinya tidak semua kebijakan publik merupakan hal yang sempurna, melainkan dibutuhkan evaluasi terus menerus, dan respon dari masyarakat atas hal tersebut.
Persoalan yang kami angkat adalah tentang penggusuran pemukiman Kalijodo di Jakarta, yang merupakan sebuah peristiwa yang masih hangat dibicarakan hingga saat ini. Karena penggusuran merupakan sifat dari ‘kearoganan’ pemerintah atau kesewenang-wenangan pemerintah, dalam hal ini masyarakat yang kontra menyatakan dengan tegas hal tersebut. Di balik itu semua, pemerintah DKI Jakarta telah merancang, dan membuat kebijakan publik terhadap hal tersebut, dengan cara melihat realitas yang terjadi di lapangan, apa yang masyarakat benar-benar butuhkan dan solusi setelah penggusuran itu seperti apa. Semua prosedur kebijakan publik telah dirancang dengan berbagai pendekatan, dan melihat hal tersebut kami kelompok menyadari bahwa pemerintahan akan bekerja jika menghadapi permasalahan, dan membuat kebijakan publik terhadap hal tersebut.
b.      Kasus Penggusuran PemukimanKalijodo
Cau Bau Kan, sebuah novel yang ditulis oleh Remy Sylado yang diterbitkan tahun 2001 menceritakan tentang nilai historis dalam perkembangan kota Jakarta, yaitu sebagai lokasi sentral ekonomi yang menghidupkan Jakarta. Asal muasal Kalijodo merupakan tempat persinggahan etnis Tionghoa yang mencari gundik atau selir. Saat itu, Batavia sekitar tahun 1600an di bawah kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mayoritas penduduknya merupakan etnis Tionghoa. Masyarakat berlatar belakang etnis Tionghoa ini merupakan orang-orang yang melarikan diri dari Mansuria yang ketika itu sedang mengalami perang. Dalam proses pencarian gundik itu, etnis Tionghoa itu kerap bertemu di kawasan bantaran sungai. Tempat yang dijadikan pertemuan pencarian jodoh itulah yang kemudian dinamakan Kalijodo. Para calon gundik ini merupakan perempuan lokal.  Biasanya para gadis pribumi menarik pria etnis Tionghoa dengan menyanyi lagu-lagu klasik Tionghoa di atas perahu yang tertambat di pinggir kali. Menurut Remy, pada masa itu pekerja perempuan yang akan menjadi gundik disebut Cau Bau (perempuan). Cau Bau bukanlah pelacur, meskipun di lokasi itu berlangsung aktivitas seksual dengan transaksi uang.Pada abad 20, Kalijodo berkembang sebagai tempat hiburan yang tidak hanya diincar para pria asal etnis Tionghoa. Kalijodo yang dekat dengan pelabuhan menjadi  tempat hiburan bagi para kuli pelabuhan kapal saat kapal bersandar di Sunda Kelapa. Lama kelamaan, Kalijodo terkenal sebagai daerah pelacuran. Apalagi setelah pemerintah menutup lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak ditutup pada 1999.[17]
Di wilayah seluas 1,4 hektar ini tinggal lebih dari 1.300 kepala keluarga. Pemerintah provinsi DKI Jakarta berencana menggusur mereka dan mengembalikan fungsi kawasan kalijodo jadi ruang terbuka hijau (RTH). Sejak tahun 2002, 2003 dan 2010 kawasan ini pernah digusur namun tidak tuntas karena mendapat perlawanan sehingga disisakan beberapa bagian.Untuk penggusuran ini, Walikota Jakarta Utara, Rustam Effendi mencoba menawarkan solusi. Bagi warga pendatang, mereka semua akan dipulangkan ke daerah asalnya, sementara bagi para pekerja seks komersial, mereka akan diberikan keterampilan, agar tidak kembali ke dunia prostitusi setelah Kalijodo digusur. Pemkot Jakarta Utara juga akan memberikan modal untuk difasilitasi dan dapat memulai usaha kecil menengah (UKM). Sementara warga Kalijodo yang memiliki KTP Jakarta akan dipindahkan ke sejumlah rumah susun, diantaranya daerah di Marunda, Daan Mogot, dan di dinas perumahan yang berada di wilayah sekitar Jakarta.[18]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akhirnya sepakat dan bertekad menertibkan kawasan Kalijodo meski menuai sejumlah tantangan. Ada sejumlah alasan mengapa Kalijodo perlu ditertibkan. Ahok menyebut Kalijodo adalah kawasan yang harusnya menjadi ruang terbuka publik, sedang Komisaris Besar Krishna Murti menyatakan, Kalijodo memunculkan praktik korup, judi dan prostitusi. Kementerian Sosial (Kemensos) memberi 2 pilihan untuk para pekerja seks komersial (PSK) di Kalijodo yang akan ditertibkan yaitu pelatihan keterampilan profesional atau menjadi karyawan di sebuah perusahaan garmen di Boyolali. Dua opsi ini dibiayai penuh oleh Kemensos dan setelah pulang akan mendapat usaha ekonomi produktif serta dapat jadup (jaminan hidup) senilai Rp 5.050.000 per orang.
Jika mereka tidak tertarik dengan pelatihan keterampilan, Kemensos menawarkan lapangan kerja sebanyak 2.000 orang di pabrik garmen di Boyolali. Pabrik yang bekerja sama dengan Kemensos ini sudah memiliki asrama bagi para pekerjanya dan dikhususkan bagi para PSK tobat atau narapidana yang telah bebas.[19] Kebijakan lain yang diberikan pemerintah adalah mengenai penggusuran rumah ibadah yaitu Masjid Al Mubaarokah di zona Jakarta Barat dan Gereja Bhetel Indonesia (GBI) Kepanduan di zona Jakarta Utara yang akan dibongkar sendiri oleh warganya akar tidak memicu kemarahan.[20]Pemprov DKI akan menyulap kawasan ini menjadi taman kota dengan beberapa fasilitas umum seperti jogging track, lapangan futsal dan Ruang Publik Terpadu Rumah Anak (RPTRA)
. Karena kawasan ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi, maka Kalijodo harus menjadi salah satu tujuan wisata, termasuk wisata kuliner, yang juga memajang perubahan wajah Kalijodo dari dulu hingga nanti.[21]Selain itu, Pemprov DKI juga memperhatikan mata pencarian warga eks Kalijodo yang direlokasi di Rusun Marunda, Jakarta Utara, dengan memberikan 15 gerobak untuk usaha. Namun, sayangnya kebijakan publik yang patut diacungi jempol ini tidak digubris dengan baik oleh para warga dan PSK Kalijodo sehingga masih ada bentuk penolakan dan hingga saat ini tidak ada satu pun PSK yang mendaftar untuk mendapat pelatihan.[22]

Pada dasarnya penggusuran Kalijodo di Jakarta merupakan tindakan yang benar di satu sisi menurut pandangan pemerintah, karena masyarakat melanggar undang-undang, yakni pemukiman di daerah tersebut tidak memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik) atas tanah dan bangunan yang mereka tempati. Alasan pertama ini merupakan alasan yang logis, tetapi pertanyaannya kemudian apakah ada kepentingan politik yang mempertahankan tempat itu selama ini? Bagaimana daerah Kalijodo tidak tersentuh oleh pemerintah, dan baru saat ini membahas dengan tegas situasi tersebut. Kemudian, di daerah pemukiman Kalijodo tersebut merupakan daerah prostitusi, sehingga Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan dengan tegas, bahwa prostitusi merupakan hal yang tidak bisa ditoleransi dalam agama.[23] Dengan mengatasnamakan agama, masyarakat seringkali yang menjadi korban di atas semua itu, karena pemerintah hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja, tidak mengenal sampai ke akar permasalahan masyarakat. Atas nama Pembangunan seringkali dipakai untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, baik dalam skala lokal maupun nasional. Tetapi, yang perlu dikritisi adalah apakah pembangunan tersebut bertujuan untuk menyejahterahkan rakyat atau malah sebaliknya hanya memberi status quo bagi kaum elit dan pemilik modal di tengah-tengah masyarakat.
Dalam membuat kebijakan publik di daerah Kalijodo tersebut, membutuhkan analisis kebijakan, yang mempunyai prosedur-prosedur sebagai berikut: Pertama, adanya perumusan masalah, pertama-tama pemerintah tidak langsung menutup lokalisasi Kalijodo tersebut, tetapi memerlukan data-data lapangan terlebih dahulu sebelum lebih jauh merumuskan kebijakan. Dalam perumusan masalah tersebut terdapat beberapa hal penting yang perlu dianalisa, yakni mendiagnosis penyebab-penyebab masalah, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, kemudian melihat adanya kesempatan maupun kendala yang dihadapi di lapangan.[24] Hal yang menjadi masalah di sini adalah banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengawasi dan menjaga daerah lokalisasi Kalijodo ini, sejak puluhan tahun yang lalu. Tidak satupun pemerintah yang berkuasa pada masa lalu berani menutup kawasan tersebut, karena pemasukkan (pajak) yang dihasilkan termasuk tinggi. Ini merupakan realita sosial yang terjadi di masyarakat, ketika uang berbicara maka segala hal mungkin terjadi, bahkan kebijakan publik dapat direkayasa sedemikian hebatnya. Komisaris Besar Krishna Murti saat menjabat Kapolsek Penjaringan, yang mengurusi persoalan kalijodo menyatakan bahwa budaya dan praktik korupsi terjadi di daerah tersebut secara masif dan menggurita. Hasil penelitian yang dilakukannya dalam bukunya, yakni Kalijodo sebagai ATM Nasional, uang ratusan juta berputar-putar di kawasan ini, ada banyak oknum yang memanfaatkan hal ini, baik dari oknum polisi, tentara maupun pemerintah daerah tersebut. Krishna Murti menyatakan oknum-oknum tersebut menikmati ‘uang panas’ tersebut.[25] Proses ini dapat dikatakan sebagai indentifikasi permasalahan dan perumusan masalah yang bersifat fakta lapangan dengan analisis data yang baik sehingga relevan dalam peroses pembuatan kebijakan publik.
Hal kedua yang perlu diperhatikan dalam membuat kebijakan publik adalah peramalan, yakni dalam hal ini pemerintah dapat melihat ke depan konsekuensi yang akan terjadi ketika merumuskan suatu kebijakan tertentu, ini bukan hal yang mudah karena di dalamnya kepentingan politik sering tidak bertemu (pendukung dan oposisi).[26] Permasalahan Kalijodo di Jakarta merupakan permasalahan politis, yang tidak lepas dari lobi-lobi politik yang selalu terjadi terus menerus, karena kepentingan beberapa kelompok sehingga persoalan ini menjadi lebih rumit. Pentingnya ‘peramalan’ ini, karena dapat dengan baik melihat peluang yang baik dan terarah dalam membuat kebijakan publik ke depannya. Hal ketiga adalah rekomendasi yang membuat pilihan dalam implementasi kebijakan tersebut. Rekomendasi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos) menghasilkan kebijakan publik atas permasalahan tersebut, yakni dengan dua cara: pertama, PSK (Pekerja Seks Komersial) yang berada di daerah Kalijodo akan diberi keterampilan profesional dan kedua, PSK diberi kesempatan untuk menjadi karyawan di perusahaan garmen di Boyolali. Dengan jaminan hidup yang ditawarkan Rp 5.050.000 per orang.[27] Rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah merupakan hasil dari pertimbangan dan analisis mendalam terhadap persoalan yang terjadi. Rekomendasi yang dihasilkan tersebut tidak kurang dari celah maupun kekurangan, setidaknya itu dapat dilakukan terlebih dahulu sehingga membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat, meskipun perubahan itu hanya secara fisik saja (infrastruktur), belum tentu mental dan moral masyarakat terakomodasi dengan hal tersebut. Prosesnya tidak berhenti sampai di rekomendasi (aksi) saja, melainkan diperlukan pemantauan akan kebijakan yang telah dibuat dan melihat implementasi kebijakan dalam prosesnya. Pada akhirnya tiba pada evaluasi kinerja kebijakan yang benar-benar dihasilkan, di dalam prosesnya evaluasi tidak hanya melihat sejauh mana masalah dapat diselesaikan, lebih daripada itu diperlukan kritik-kritik mendasar terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, agar dapat membuat penyesuaian kembali sehingga dapat merumuskan suatu masalah yang terjadi di masyarakat.[28] Persoalan Kalijodo di Jakarta merupakan persoalan publik, karena menyangkut di dalamnya harkat dan martabat manusia, ketidakadilan struktural yang terjadi, sistem perpolitikan yang semakin carut marut, nilai dan norma dalam masyarakat hanya menjadi simbol saja, tanpa memiliki arti yang jelas dan makna yang mendalam di tengah-tengah masyarakat.
D.    KESIMPULAN
a.      Refleksi Teologis
Berteologi berarti kita berusaha untuk memahami Tuhan melalui pencaharian sebuah pemahaman iman dari berbagai bahasa simbol iman. Gereja yang berteologi hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan menjadi bagian dari masyarakat tidak terlepas dari pergolakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan karena teologi pada hakikatnya bersifat menanggapi sehingga sudah semestinya gereja (umat) menanggapi dan menjawab persoalan-persoalan setiap jemaat pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan kesadaran untuk menanggapi realita yang ada maka gereja telah berteologi sosial, yang berarti bahwa gereja menemukan dan memahami kehendak Tuhan dalam hidup berelasi dengan sesama dalam berbagai aktivitas sosial-politik yang terjadi sebagai bukti iman yang menghadirkan Kerajaan Allah dan sosok Yesus.Kerajaan Allah itu dapat terwujud apabila keadilan, kebebasan dan kemanusiaan untuk kebaikan bersama hadir dalam masyarakat tanpa terkecuali dengan meneladani sosok Yesus dalam pengajaran dan tindakan-Nya yang selalu merangkul orang-orang yang lemah dan menderita. Hal ini berarti bahwa gereja sebagai representasi Yesus yang hadir di dunia ini pun perlu merangkul semua kalangan tanpa mengharap pamrih.
Berbicara tentang politik maka tentu kita pun berbicara tentang pengambilan keputusan kebijakan publik yang menyangkut masa depan orang banyak oleh pemerintah. Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan kebijakan publik ini harus didasari oleh etika Kristen yang memiliki 3 pilar yaitu kebenaran, keadilan dan kasih.[29]Dengan melihat realita seperti penggusuran pemukiman Kalijodo tahun 2016 ini, pemerintah Jakarta telah memberlakukan kebijakan publik yang sesuai dengan kebenaran dimana ada tindak kejahatan yang terjadi di dalamnya serta menurut aspek legalitasnya maka jelas kawasan ini melanggar hukum Agraria; kebijakan publik ini juga sesuai dengan keadilan bagi para penduduknya dengan memberikan solusi dan jaminan kehidupan yang lebih layak serta tidak ada lagi tindak korupsi, judi dan prostitusi yang meresahkan; sesuai dengan pengamalan kasih karena pemerintah telah memperhatikan kehidupan yang lebih layak bagi semua pihak. Namun sayangnya, gereja seakan menutup mata dari realita Kalijodo ini. Keberadaan gereja di tengah-tengah kawasan ini selama bertahun-tahun seakan membisu dan tidak mempedulikan berbagai kejahatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan Pancasila.Gereja yang sepatutnya mengimani bahwa Tuhan pun menginginkan umatNya untuk mengusahakan kesejahteran kota dimana pun gereja berada (Yeremia 29:7) seharusnya turut aktif mendukung program pemerintah yang juga akan berdampak pada kesejahteraan dan kebaikan bersama di negara ini. Gereja sudah seharusnya peka dengan keadaan yang terjadi di Kalijodo karena gereja memiliki misi untuk menghadirkan Kerajaan Allah. John Campbell-Nelson mengungkapkan bahwa keberhasilan demokrasi diukur menurut kesejahteraan banyak orang, bukan kesuksesan orang kaya.[30] Hal ini berarti bahwa pemerintah memiliki tugas diakonal (pelayanan) bagi semua rakyat yang juga sama dengan salah satu tugas gereja kepada siapa saja sebagai panggilan kristen dan gereja hadir untuk membantu pemerintah mengembangkan kesejahteraan rakyat. Dengan memahami akan hal ini, gereja sudah tentu haruskeluar dari zona nyamannya kemudian ikut dalam pengambilan kebijakan publik dengan cara bersinergi dengan gereja lainnya dari berbagai tradisi dan komunitas.Dengan adanya kerjasama lembaga keagamaan dan pemerintah maka kasus yang mencoreng keutuhan negeri ini akan dengan cepat ditangani hingga ke akar-akarnya, karena kasus Kalijodo ini termasuk kasus yang dapat dikatakan terlambat untuk ditangani.
Menilik lagi kasus penggusuran pemukiman kalijodo, muncul sebuah pertanyaan apa sumbangsih gereja yang sudah bertahun-tahun ada di tengah-tengah pemukiman yang dapat dikatakan “sarang penyamun” itu? Sebenarnya gereja sengaja dibangun agar orang-orang Kristen “malu” berkunjung ke lokalisasi Kalijodo tetapi malah justru itu orang Kristen makin banyak datang dari berbagai daerah. Bahkan mereka menikah dan menetap di sana di tempat yang dikelola para Haji ini. Ternyata kehadiran gereja tidak merubah situasi, artinya bahwa gereja hadir namun tidak bertransformasi. terhimpitnya ekonomi memaksa mereka menjadi PSK agar dapat menyambung hidup. Namun, ketika pemerintah menawarkan pilihan terbaik dan memberikan modal usaha, mereka tidak menanggapinya karena mereka berpikir bahwa penghasilan yang akan didapat nantinya tidak sama dengan penghasilan yang mereka dapatkan sebagai PSK serta “kenikmatan” di Kalijodo tidak mereka rasakan lagi. Selain itu, mereka juga diperhadapkan dengan tekanan dari “tuan” mereka karena mereka masih terikat kontrak dan memiliki hutang.
Gereja perlu mengkritik dirinya sendiri (auto-kritik). Tindakan Gubernur DKI Jakarta sebenarnya adalah kritik terhadap gereja. Semestinya gereja yang harus melakukan hal itu. Meskipun dia berlatarbelakang seorang Kristen namun ia tetap menggusur gereja karena melanggar peraturan Agraria (jalur hijau). Gereja seharusnyapeka dan membawa perubahan serta menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap hukum.Tindakan pemerintah DKI Jakarta yang berpacu pada peraturan dan memberikan jalan keluar menjadi kritik bagi gereja yang seharusnya memanusiakan manusia dan bukan ikut aktif menyuburkan kawasan Kalijodo karena pajak yang dihasilkan sangat tinggi.
“Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu:” (Kis 3: 6) artinya bahwa gereja harus membangun kesadaran kritis dalam diri orang-orang yang terlibat dalam prostitusi, judi dan korupsi di kawasan Kalijodo, sehingga mereka mencintai diri mereka sendiri. Gereja harus memberikan alternatif solusi yang bukan hanya kata-kata tentang keselamatan sorgawi. Gereja hadir bukan sebagai lembaga yang mengatasnamakan agama tetapi hadir sebagai pribadi yang peduli, mau merangkul dan menjalin persahabatan dengan mereka sehingga mereka menyadari bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan yang berharga. Para PSK adalah orang-orang yang mengalami krisis terhadap dirinya sendiri karenadi satu sisi mereka ingin menghargai diri mereka namun di sisi lain mereka berhadapan dengan realitas sosial yang tidak mudah. Dengan meneladani Yesus, dimana ketika orang-orang kusta, para pemungut cukai, pelacur, dsb yang dihindari masyarakat dan para pemuka agama, Yesus hadir dan merangkul mereka, maka gereja dan pemerintah sepatutnya merangkul dan memayungi mereka yang terpinggirkan karena tuntutan hidup yang sangat berat.
b.      Tindakan Gereja
Menurut hemat kelompok, untuk terjun dalam persoalan sosial seperti yang terjadi di kawasan Kalijodo bukanlah suatu sikap yang mudah untuk dilakukan, dimana dapat diperhatikan bahwa ada begitu banyak pro dan kontra. Tentu saja pro dan kontra ini ada latar belakangnya yang sangat kompleks. Namun, bukan berarti gereja memiliih untuk mendiamkan diri dan mencoba untuk menutup mata dan telinga. Justru pada bagian ini gereja dapat melakukan perannya dengan baik, misalnya gereja hadir untuk menawarkan ruang bagi mereka untuk diberdayakan, dimana gereja hadir dalam setiap pribadi yang ada di Kalijodo dan melakukan pendampingan pastoral bagi mereka. Dalam hal ini pendampingan pastoral kepada individu dan kepada komunitas. Tujuan pastroal yang dilakukan oleh gereja, yaitu gereja memahami kondisi dan keberada PSK, sehingga mereka bisa menerima keadaan dan gereja serta pemerintah pun akan lebih paham akan tindakan seperti apa yang tepat dilakukan dalam rangka penertiban kawasan Kalijodo. Oleh karena itu, gereja harus mampu menjadi sahabat sehingga dapat membangun kepercayaan. Dengan adanya kepercayaan, maka akan lebih mudah untuk menggali kesadaran bahwa mereka adalah manusia yang berharga. Dengan demikian, menurut kelompok salah satu hal sederhana yang perlu disikapi oleh gereja, yaitu gereja perlu bersikap sebagaimana yang dilakukan Yesus. Gereja perlu belajar dari keberanian Yesus yang berani masuk dalam dunia politik, berani menghadapi penolakan demi menegakkan kebenaran dan kebaikan bagi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
D, Riant Nugroho. Kebijakan Publik “Untuk negara-negara berkembang.”Jakarta: Gramedia, 2006.
Dunn,William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999.
Kusumanegara, Solahuddin.Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, 2010.
Rungkat, Jimmy. Teologia Politik Yesus: Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia. Batu: Departemen Literatur Multimedia (Bidang Literatur), 2010.

Artikel:
Ranoh,Ayub. “Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi: Perspektif Kristen.” Dalam Teologi Publik: Panggilan Gereja di Bidang Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus Mojau dan Zakaria J. Ngelow, 86. Makassar: Oase INTIM, 2013.
Suseno, Frans Magnis."Mengelola Negara Secara Etis." Dalam Teologi Politik: Panggilan Gereja di Bidang Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus Mojau dan Zakaria J. Ngelow, 143-146. Makassar: Oase INTIM, 2013.
Sutanto,Trisno S. "Agama-agama dan “Proyek Demokra(tisa)si”: Refleksi Teologi Politis." Dalam Teologi Politik: Panggilan Gereja di Bidang Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus Mojau dan Zakaria J. Ngelow, 157. Makassar: Oase INTIM, 2013.





Jurnal, Surat Kabar, Internet
Mulyawan, Budi. "Budaya Politik Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Politik,"Jurnal Aspirasi vol.5, no.2 (Februari 2015). Diunduh melalui  ejournal.unwir.ac.id., pada 26 Maret 2016.

Bilkis, Mulya Nur. “Semua Tempat Ibadah di Kalijodo Akan Dibongkar Sendiri Oleh Warga,” detikNews, 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153443/semua-tempat-ibadah-di-kalijodo-akan-dibongkar-sendiri-oleh-warga (diakses pada 28 Maret 2016).
Damarjati, Danu. “Ahok: Tak Ada PSK Kalijodo Yang Mendaftar Ikut Pembinaan,” detikNews, 2 Maret 2016, http://news.detik.com/berita/3155821/ahok-tak-ada-psk-kalijodo-yang-mendaftar-ikut-pembinaan (diakses pada 28 Maret 2016).
Haryanto, Andry. “4 Alasan Kawasan Kalijodo Perlu Ditertibkan,” Liputan6 News, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=1 (diakses pada 28 Maret 2016).
____________ “Cerita Kombes Khrisna Lawan Praktik Korup di Kalijodo, liputan6news, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438207/cerita-kombes-krishna-lawan-praktik-korup-di-kalijodo, (diakses 29 Maret 2016).

Indrawan, Aditya Fajar. “Pemrov Gelar Beauty Contes Kalijodo, Masjid Al Mubaarokah Dibangun Ulang,” 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153851/pemprov-gelar-beauty-contest-kalijodo-masjid-al-mubaarokah-dibangun-ulang(diakses pada 28 Maret 2016).

Liputan, Reporter Tim. “Pro Kontra Penertiban Kawasan Kalijodo,” surabayanews, 19 Februari 2016, http://surabayanews.co.id/2016/02/19/45052/pro-kontra-penertiban-kawasan-kalijodo.html (diakses pada 28 Maret 2016).
Santoso, Audrey. “Pembuat Ijazah Palsu Diduga Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi, 26 Mei 2015, http://news.liputan6.com/read/2239850/pembuat-ijazah-palsu-diduga-kerja-sama-dengan-perguruan-tinggi, (diakses pada 29 Maret 2016).

Yuliawati. “Cerita Remy Sylado Soal Asal Mula Kalijodo,” cnnindonesia, 16 Februari 2016, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160216145554-20-111286/cerita-remy-sylado-soal-asal-mula-kalijodo/ (diakses pada 28 Maret 2016).


[1] Solahuddin Kusumanegara, Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gava Media, 2010), 4
[2]Ibid., 5
[3]Ibid., 1.
[4]Ibid., 5.
[5]Ibid.,14-15.
[6] Riant Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk negara-negara berkembang”(Jakarta: Gramedia, 2006), 30.
[7]Riant Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk negara-negara berkembang” ..., 31.
[8]Ibid., 51-52.
[9]Riant Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk negara-negara berkembang”..., 53
[10] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999), 26-28.
[11] Jimmy Rungkat, Teologia Politik Yesus: Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia (Batu: Departemen Literatur Multimedia (Bidang Literatur) YPPII, 2010), 19.
[12] Budi Mulyawan, "Budaya Politik Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Politik," Jurnal Aspirasi vol.5, no.2 (Februari 2015):1.
[13]Jimmy Rungkat, Teologia Politik Yesus: Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia..., 19.
[14] Ibid., 30-37.
[15]Audrey Santoso, “Pembuat Ijazah Palsu Diduga Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi, liputan6news, 26 Mei 2015, http://news.liputan6.com/read/2239850/pembuat-ijazah-palsu-diduga-kerja-sama-dengan-perguruan-tinggi, (diakses pada 29 Maret 2016).
[17] Yuliawati, “Cerita Remy Sylado Soal Asal Mula Kalijodo,” cnnindonesia, 16 Februari 2016, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160216145554-20-111286/cerita-remy-sylado-soal-asal-mula-kalijodo/ (diakses pada 28 Maret 2016).
[18] Reporter Tim Liputan, “Pro Kontra Penertiban Kawasan Kalijodo,” surabayanews, 19 Februari 2016, http://surabayanews.co.id/2016/02/19/45052/pro-kontra-penertiban-kawasan-kalijodo.html (diakses pada 28 Maret 2016).
[19] Andry Haryanto, “4 Alasan Kawasan Kalijodo Perlu Ditertibkan,” Liputan6 News, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=1 (diakses pada 28 Maret 2016).
[20]Mulya Nur Bilkis, “Semua Tempat Ibadah di Kalijodo Akan Dibongkar Sendiri Oleh Warga,” detikNews, 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153443/semua-tempat-ibadah-di-kalijodo-akan-dibongkar-sendiri-oleh-warga (diakses pada 28 Maret 2016).
[21] Aditya Fajar Indrawan, “Pemrov Gelar Beauty Contes Kalijodo, Masjid Al Mubaarokah Dibangun Ulang,” 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153851/pemprov-gelar-beauty-contest-kalijodo-masjid-al-mubaarokah-dibangun-ulang (diakses pada 28 Maret 2016).
[22] Danu Damarjati, “Ahok: Tak Ada PSK Kalijodo Yang Mendaftar Ikut Pembinaan,” detikNews, 2 Maret 2016, http://news.detik.com/berita/3155821/ahok-tak-ada-psk-kalijodo-yang-mendaftar-ikut-pembinaan (diakses pada 28 Maret 2016).
[23]Andry Haryanto, 4 Alasan Kawasan Kalijodo Perlu Ditertibkan, 17 Februari 2016, liputan6news, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=2, diakses 29 Maret 2016, 8.25 AM.
[24] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 26.
[25]Andry Haryanto, “Cerita Kombes Khrisna Lawan Praktik Korup di Kalijodo, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438207/cerita-kombes-krishna-lawan-praktik-korup-di-kalijodo, diakses 29 Maret 2016, 8.42 AM.
[26]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 27.
[28]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 29.
[29]Jimmy Rungkat, Teologia Politik Yesus: Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia..., 137.

[30] John Campbell-Nelson, “Demokrasi Sebagai Misi Gereja,” dalam Teologi Publik: Panggilan Gereja di Bidang Politik Pascaorde Baru..., 74.

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama