TEOLOGI, KEBIJAKAN PUBLIK dan BUDAYA POLITIK
Kelompok V :
ü Nirmala
Ch. W. Sinaga (752015014)
ü Desy
Kharisni Jeni Lero (752015021)
ü Asri
Efriani Sauru (752015024)
ü Sri
Widiastuti (752015026)
ü Martha
Junita Nomseo (752015027)
ü Sri
Susilaningtyas (752015028)
ü Eleksio
Petrich Pattiasina (752015031)
ü Eduard
Luturmas (75 2015 702)
A. PENGANTAR
Kebijakan
publik keputusan pemerintah sebagai
strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Sebagai
sebuah strategi, kebijakan publik selalu rata-rata bersifat kuratif daripada
preventif, yakni selalu sifatnya reaktif daripada proaktif terhadap berbagai
situasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Alhasil, kebijakan publik tidak
hanya bersifat positif namun juga negatif, dalam artinyabahwa pilihan keputusan
selalu bersifat menerima salah satu dan menolak yang lain.Setiap aras ruang
publik merupakan kebijakan publik itu sendiri. Dengan pengertian ini, maka jelas
bahwa dalam penerapan kebijakan publik di Indonesia baik di taraf nasional
maupun lokal, di satu sisi ada pihak yang diuntungkan namun di sisi lain ada
pula pihak yang dirugikan. Hal ini menjadi penting untuk dibicarakan terkait
dengan studi teologi sosial yang bertujuan untuk menciptakan kebaikan bersama
yang membebaskan semua pihak sebagai wujud pemahaman iman. Semua pihak
menginginkan agar kebijakan publik yang diberlakukan oleh pemerintah dapat
menjawab kebutuhan publik secara merata dan tidak berpihak kepada siapapun. Agar
pembahasan kebijakan publik lebih mendalam maka dalam paper ini kelompok akan
membahas topik kebijakan publik terhadap kasus penggusuran pemukiman Kalijodo
yang akan dianalisa berdasarkan konsep teologi sosial, kebijakan publik dan
budaya politik.
B.
LANDASAN
KONSEPTUAL
1.
Kebijakan
Publik
a.
Pengertian
Kebijakan Publik
Menurut
Amir Santoso yang dikutip oleh Solahudin Kusumanegara mengatakan bahwa
kebijakan publik memiliki arti yang terdiri dalam dua konsentrasi, yaitu
konsentrasi pada tindakan-tindakan pemerintah dan konsentrasi pada implementasi
kebijakan.[1]
Untuk pengertian dalam konsentrasi pada tindakan pemerintah sendiri adalah
seperti yang dikemukakan oleh Rs. Parker, yang mengartikan kebijakan publik
sebagai suatu tujuan tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah pada suatu periode tertentu sebagai tanggapan terhadap krisis tertentu
yang sedang terjadi. Sedangkan dalam konsentrasi implementasi, kebijakan publik
diartikan oleh Nakamura dan Smalwood sebagai serangkaian instruksi dari pembuat
keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan
cara-cara mencapai tujuan tersebut.[2]
Berbicara
mengenai kebijakan publik, terdapat beberapa konsep yang memiliki makna
berbeda, antara lain konsep kebijakan, studi kebijakan, analisis kebijakan,
advokasi kebijakan, penelitian kebijakan dan kebijakan publik.[3]
Kebijakan publik juga merupakan subdisiplin yang tidak asing lagi dalam ilmu
politik. Dari beberapa konsep yang ada, kebijakan publik mencakup pula tentang
analisis kebijakan.[4]
Wilayah kajian dari kebijakan publik juga mencakup siklus atau tahap dari kebijakan.
Adapun siklus yang menggambarkan proses dari kebijakan, yaitu agenda setting,
formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan, perubahan
kebijakan dan yang terakhir terminasi kebijakan.[5]
§ Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
§ Undang-Undang
atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
§ Peraturan
Pemerintah
§ Peraturan
Presiden
§ Peraturan
Daerah
Kelima hirarki di atas adalah bentuk
Undang-Undang Nomor 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan
pasal 7 yang mengatur jenis peraturan perundang-undangan. Kelima hirarki ini
disebut sebagai kebijakan publik sebab mereka adalah aparat publik yang dibayar
oleh uang publik contohnya melalui pajak. Ada tiga macam kebijakan publik:[7]
1. Kebijakan
publik yang bersifat makro (yang termasuk disini adalah kelima peraturan yang
tersebutkan di atas).
2. Kebijakan
publik yang berupa peraturan menteri, surat edaran menteri, peraturan gubernur,
peraturan bupati, dan peraturan walikota
3. Kebijakan
yang bersifat mikro yang mengatur pelaksanaan kebijakan di atasanya. Bentuk
langsungnya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik, yaitu yang
dibawah menteri, gubernur, bupati dan wali kota.
c.
Model
analisis dalam kebijakan publik diantaranya adalah :[8]
·
Rational
actor model
Organisasi
negara berperilaku seperi individu yang rasioanal. Pemerintah mengambil
keputusan setelah adanya pembahasan secara mendetail terkait informasinya
termasuk juga tentang apa konsekuensi atas suatu keputusan tersebut juga harus
diketahui.
·
Organizational
behavior model
Menekankan
pada proses pengambilan keputusan organisasional dan berlangsung secara wajar.
Semua elemen harus diperhitungkan dalam pengambilan keputusan disini.
·
Goverment
Semua
keputusan adalah resultan politik, artiya adalah sebuah keputusan merupakan
hasil dari permainan politik dan negosiasi dari kompromi kepentingan politik.
d.
Aktor-aktor
dalam proses kebijakan
Dalam
suatu proses kebijakan, yang menjadi aktor adalah dari berbagai macam lembaga
yang tercakup dalam supra struktur politik dan infra struktur. Sebutan untuk
para aktor antara lain: partai politik, media masa, organisasi komunitas,
aparat administrasi dan birokrasi, lembaga peradilan, legislator, kabinet
bayangan. Masing-masing dari setiap aktor memiliki karakterisitik yang dapat
menunjukkan kekuatannya dalam mempengaruhi suatu kebijakan.[9]
e.
Tahap-tahap
dalam Proses Pembuatan Kebijakan
·
Perumusan masalah
Dalam proses pembuatan
kebijakan publik, membantu kita menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan,
memadukkan pandangan-pandangan yang bertentangan dan merancang peluang-peluang
kebijakan yang baru.
·
Peramalan
Menyediakan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa
mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan
sesuatu. Dalam peramalan dapat diuji masa depan yang plausibel, potensial, dan
secara normatif bernilai, mengekstimasi akibat dari kebijakan yang ada atau
dari yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam
pencapaian tujuan, dan mengekstimasi kelayakan publik (dukungan dan oposisi)
dari berbagai pilihan.
·
Rekomendasi
Membuahkan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai
alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui
peramalan. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian,
mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukkan kriteria dalam pembuatan
pilihan dan menentukkan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.
·
Pemantauan (monitoring)
Menyediakan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil
sebelumnya. Ada berbagai indikator dalam kebijakan yang ada di bidang
kesehatan, pendidkan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan ilmu dan
teknologi. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukkan
akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program,
mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukkan letak
pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan.
·
Evaluasi (Penilaian)
Membuahkan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan
yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya
menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan,
tetapi juga menyumbang pada klraifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.[10]
2.
Budaya
Politik
a.
Pengertian
Budaya Politik
Istilah
politik berasal dari kata Yunani polis yang
secara harfiah berarti negera/kota.[11]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik berarti ilmu mengenai sistem
pemerintahan (dasar-dasar pemerintahan) atau mengenai urusan dan
kebijakan-kebijakan tertentu dalam suatu negara. Budi Mulyawan menyatakan bahwa
budaya politik merupakan sesuatu yang inheren pada setiap masyarakat yang
terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam sistem politik
tradisional, transisional, maupun modern, sehingga menjadi aspek yang
siginifikan dalam sistem politik.[12] Dengan
pengertian ini, maka istilah politik berfokus pada negara/kota yang menyangkut
berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dan bagaimana rakyat
merespon hal tersebut untuk mencapai tujuan bersama.
Seiring berkembangnya waktu, makna
politik dibagi menjadi dua yaitu politik sebagai ilmu dan politik sebagai
filsafat. Menurut Budiardjo, seperti yang dikutip oleh Jimmy Rungkat, politik
sebagai ilmu (political science)
berbicara tentang pengambilan keputusan (decisionmaking)
demi melahirkan tujuan-tujuan dari sistem pemerintahan yang dilaksanakan
berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber yang ada,
dan untuk melaksanakan semua itu diperlukan faktor kekuasaan(power) dan kewenangan (authority)yang dapat direalisasikan dengan cara persuasi atau paksaan.
Sedangkan politik sebagai filsafat (political
philosophy) menyangkut alat kontrol dalam sebuah sistem pemerintahan yang
mengacu pada persoalan fundamental, hakikat dan tujuan-tujuan ideal negara,
fungsi yang benar dari pemerintah, dan batas-batas kekuasaannya yang tidak
hanya pada individu, tetapi juga terhadap keluarga, lembaga keagamaan dan
institusi lainnya. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa politik sebagai
filsafat memiliki kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara
keseluruhan dimana suatu keputusan, kebijakan dan tindakan itu bersifat politis
dalam suatu pemerintahan apabila diambil atau didasarkan pada kepentingan
masyarakat secara menyeluruh.[13]Dengan
penjelasan pengertian ini, maka kelompok menyimpulkan bahwa budaya politik
merupakan suatu kebiasaan yaang telah disepakati bersama untuk mencapai tujuan
tertentu termasuk juga dalam pengambilan kebijakan publik dan menjadi kontrol
atas aktivitas negara yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh.
Kebijakan publik yang dirancangkan pemerintah sudah semestinya berpusat pada
masyarakat.
b.
Ruang
Lingkup Politik[14]
§ Masyarakat
Menurut Harold J.
Laski, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama
untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Dalam
masyarakat, setiap orang menginginkan beberapa nilai seperti kekuasaan,
pendidikan atau penerangan, kekayaan, kesehatan, keterampilan, kasih sayang,
kejujuran dan keadilan, serta keseganan atau respek.
§ Negara
Negara (Jerman: “Staat”, Inggris: “State”) memiliki dua arti yaitu negara adalah masyarakat atau
wilayah yang merupakan satu kesatuan politis serta negara adalah lembaga pusat
yang menjamin kesatuan politis, yang menata dan menguasai wilayah itu. Ada 2
sokoguru filsafat negara yaitu: pertama, keyakinan – bahwa negara tidak berhak
menuntut ketaatan mutlak; kedua, negara dalam menjalankan tugasnya terikat pada
norma-norma etis dimana ide keadilan adalah yang paling dasar; ketiga,
kekuasaan negara harus mengalir melalui jalur-jalur sistem hukum.
§ Demokrasi
Demokrasi berasal dari
dua kata Yunani, yaitu: demos (rakyat)
dan kraton atau kratein (kekuasaan). Jadi, demokrasi berari kekuasaan pada rakyat.
Ada dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang
berdasarkaan Marxisme-Leninisme (komunisme). Demokrasi konstitusional
mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaannya, suatu negara hukum yang
tunjuk pada peraturan. Sedangkan demokrasi yang berdasarkan komunisme
mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya, dan yang
bersifat totaliter. Indonesia menganut demokrasi konstitusional (demokrasi
Pancasila), di mana pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang tidak
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya dan pembatasan
atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi.
§ Hak
Azasi Manusia
Pada dasarnya manusia
memiliki karakteristik sebagai makhluk yang ebbasm rasional dan memiliki tujuan
yang harus dijamin negara. Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa hak azasi
manusia merupakan pengakuan masyarakat, karena dia manusia, harus diperlakukan
sebagai manusia. Sehingga pengakuan atas hak azasi manusia merupakan tanda
solidaritas bangsa.
§ Partai
Politik
R.
H. Soltau mendefinisikan partai politik sebagai sekelompok warga negara yang
terorganisir, bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan
memanfaatkan kekuasaannya – bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka.
C. KEBIJAKAN PUBLIK dan BUDAYA POLITIK
DALAM MASYARAKAT
a.
Analisa
Kebijakan Publik dan Budaya Politik terhadap Kebijakan Publik
Setiap
peristiwa yang terjadi dalam realitas kehidupan bermasyarakat merupakan hasil
dari kebijakan publik, yang juga merupakan cerminan dari budaya politik itu
sendiri. Kebijakan publik seharusnya bersifat adil dan menyejehterahkan
rakyatnya, bukan menyengsarakan rakyatnya. Dari berbagai persoalan yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat, kami memilih dua topik tentang kebijakan publik,
yang mempengaruhi keadaan masyarakat dan menimbulkan situasi pro dan kontra di
dalamnya. Ada beberapa contoh kasus kebijakan publik yang bersifat tidak adil
dan mendiskriminasi kaum lemah, diantaranya permasalahan tentang pendidikan.
Pendidikan yang kami lihat di sini adalah maraknya ijazah palsu di mana-mana.
Ini merupakan tindakan ilegal dan sesuatu yang berhubungan erat dengan
kepentingan-kepentingan politik, negosiasi politik maupun distribusi kekuasaan
di dalamnya. Karena ditemukan, bahwa ijazah palsu tersebut merupakan hasil dari
kerjasama antara universitas dengan pembuat ijazah palsu.[15]
Hal ini sebelumnya tidak tersentuh dalam prioritas pembuatan kebijakan publik,
padahal ini merupakan hal yang sensitif dan sangat mengganggu di tengah-tengah
masyarakat. Akar dari praktik korupsi bisa diambil dari praktik semacam ini,
moral masyarakat semakin terpuruk dengan budaya instan.
Dalam
kasus pendidikan, persoalan pembuatan kebijakan publik terkait dengan perumusan
kurikulum, yang sering kali berubah dan hasilnya belum maksimal. Kurikulum
pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam proses belajar dan
mengajar. Banyak sekolah yang belum siap menggunakan kurikulum 2013, misalnya.
Dalam hal ini, siap dalam bentuk imaterial maupun material, yakni dalam hal
pengadaan buku ajaran yang belum tersedia secara maksimal, sistem penilaian
yang masih belum dipahami oleh guru-guru, dan sebagainya. Ketika hal itu
terjadi, maka ketimpangan sosial mulai terasa dan ketidakadilan struktural
terjadi, karena adanya kebijakan yang tidak relevan dengan keadaan dalam
masyarakat. Kemudian, persoalan kebijakan publik yang menjadi permasalahan struktural
sampai saat ini adalah tentang kesehatan. Pembangunan infrastruktur kesehatan
menurut data yang didapatkan 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit di
Indonesia, kebanyakan masih berada di daerah perkotaan. Permasalahan
selanjutnya adalah tentang kurang meratanya dokter spesialis di daerah timur
Indonesia, data dari kementerian kesehatan RI, bahwa sebanyak 52,8 % dokter
spesialis berada di Jakarta, sementara hanya 1-3% berada di bagian Timur
Indonesia.[16]
Melihat data tersebut, sungguh ironi bahwa kebijakan publik yang harusnya
menyejahterahkan masyarakat, tetapi sebaliknya hanya fokus pada daerah ‘pusat’
saja, sedangkan daerah pinggiran dilupakan. Sama halnya dengan persoalan
pembangunan rumah ibadah, yang seringkali dihubungkan dengan persoalan politis.
Izin membangun rumah ibadah menjadi suatu kebijakan publik ketika sudah terjadi
ketegangan dan konflik di sekitar masyarakat. Kebijakan publik seharusnya
menjadi harapan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupannya hari lepas hari.
Tanpa disadari proses pengambilan kebijakan publik tidak bisa lepas dari celah,
artinya tidak semua kebijakan publik merupakan hal yang sempurna, melainkan
dibutuhkan evaluasi terus menerus, dan respon dari masyarakat atas hal
tersebut.
Persoalan
yang kami angkat adalah tentang penggusuran pemukiman Kalijodo di Jakarta, yang
merupakan sebuah peristiwa yang masih hangat dibicarakan hingga saat ini.
Karena penggusuran merupakan sifat dari ‘kearoganan’ pemerintah atau
kesewenang-wenangan pemerintah, dalam hal ini masyarakat yang kontra menyatakan
dengan tegas hal tersebut. Di balik itu semua, pemerintah DKI Jakarta telah
merancang, dan membuat kebijakan publik terhadap hal tersebut, dengan cara
melihat realitas yang terjadi di lapangan, apa yang masyarakat benar-benar
butuhkan dan solusi setelah penggusuran itu seperti apa. Semua prosedur
kebijakan publik telah dirancang dengan berbagai pendekatan, dan melihat hal
tersebut kami kelompok menyadari bahwa pemerintahan akan bekerja jika
menghadapi permasalahan, dan membuat kebijakan publik terhadap hal tersebut.
b.
Kasus
Penggusuran PemukimanKalijodo
Cau Bau Kan, sebuah
novel yang ditulis oleh Remy Sylado yang diterbitkan tahun 2001 menceritakan
tentang nilai historis dalam perkembangan kota Jakarta, yaitu sebagai lokasi
sentral ekonomi yang menghidupkan Jakarta. Asal muasal Kalijodo merupakan
tempat persinggahan etnis Tionghoa yang mencari gundik atau selir. Saat itu,
Batavia sekitar tahun 1600an di bawah kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mayoritas penduduknya
merupakan etnis Tionghoa. Masyarakat berlatar belakang etnis Tionghoa ini
merupakan orang-orang yang melarikan diri dari Mansuria yang ketika itu sedang
mengalami perang. Dalam proses pencarian gundik itu, etnis Tionghoa itu kerap
bertemu di kawasan bantaran sungai. Tempat yang dijadikan pertemuan pencarian
jodoh itulah yang kemudian dinamakan Kalijodo. Para calon gundik ini merupakan
perempuan lokal. Biasanya para gadis pribumi menarik pria etnis Tionghoa
dengan menyanyi lagu-lagu klasik Tionghoa di atas perahu yang tertambat di
pinggir kali. Menurut Remy, pada masa itu pekerja perempuan yang akan menjadi
gundik disebut Cau Bau (perempuan). Cau Bau bukanlah pelacur, meskipun di
lokasi itu berlangsung aktivitas seksual dengan transaksi uang.Pada abad 20,
Kalijodo berkembang sebagai tempat hiburan yang tidak hanya diincar para pria
asal etnis Tionghoa. Kalijodo yang dekat dengan pelabuhan menjadi tempat
hiburan bagi para kuli pelabuhan kapal saat kapal bersandar di Sunda Kelapa. Lama
kelamaan, Kalijodo terkenal sebagai daerah pelacuran. Apalagi setelah
pemerintah menutup lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak ditutup pada 1999.[17]
Di wilayah seluas 1,4 hektar ini
tinggal lebih dari 1.300 kepala keluarga. Pemerintah provinsi DKI Jakarta
berencana menggusur mereka dan mengembalikan fungsi kawasan kalijodo jadi ruang
terbuka hijau (RTH). Sejak tahun 2002, 2003 dan 2010 kawasan ini pernah
digusur namun tidak tuntas karena mendapat perlawanan sehingga disisakan
beberapa bagian.Untuk penggusuran ini, Walikota Jakarta Utara,
Rustam Effendi mencoba menawarkan solusi. Bagi warga pendatang, mereka semua
akan dipulangkan ke daerah asalnya, sementara bagi para pekerja seks komersial,
mereka akan diberikan keterampilan, agar tidak kembali ke dunia prostitusi
setelah Kalijodo digusur. Pemkot Jakarta Utara juga akan memberikan modal untuk
difasilitasi dan dapat memulai usaha kecil menengah (UKM). Sementara
warga Kalijodo yang memiliki KTP Jakarta akan dipindahkan ke sejumlah rumah
susun, diantaranya daerah di Marunda, Daan Mogot, dan di dinas perumahan yang
berada di wilayah sekitar Jakarta.[18]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akhirnya
sepakat dan bertekad menertibkan kawasan Kalijodo meski menuai sejumlah
tantangan. Ada sejumlah alasan mengapa Kalijodo perlu ditertibkan. Ahok
menyebut Kalijodo adalah kawasan yang harusnya menjadi ruang terbuka publik,
sedang Komisaris Besar Krishna Murti
menyatakan, Kalijodo memunculkan praktik korup, judi dan prostitusi.
Kementerian Sosial (Kemensos) memberi 2 pilihan untuk para pekerja seks
komersial (PSK) di Kalijodo yang akan ditertibkan yaitu pelatihan keterampilan
profesional atau menjadi karyawan di sebuah perusahaan garmen di Boyolali. Dua
opsi ini dibiayai penuh oleh Kemensos dan setelah pulang akan mendapat usaha
ekonomi produktif serta dapat jadup (jaminan hidup) senilai Rp 5.050.000 per
orang.
Jika mereka tidak tertarik dengan pelatihan keterampilan, Kemensos menawarkan lapangan kerja sebanyak 2.000 orang di pabrik garmen di Boyolali. Pabrik yang bekerja sama dengan Kemensos ini sudah memiliki asrama bagi para pekerjanya dan dikhususkan bagi para PSK tobat atau narapidana yang telah bebas.[19] Kebijakan lain yang diberikan pemerintah adalah mengenai penggusuran rumah ibadah yaitu Masjid Al Mubaarokah di zona Jakarta Barat dan Gereja Bhetel Indonesia (GBI) Kepanduan di zona Jakarta Utara yang akan dibongkar sendiri oleh warganya akar tidak memicu kemarahan.[20]Pemprov DKI akan menyulap kawasan ini menjadi taman kota dengan beberapa fasilitas umum seperti jogging track, lapangan futsal dan Ruang Publik Terpadu Rumah Anak (RPTRA). Karena kawasan ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi, maka Kalijodo harus menjadi salah satu tujuan wisata, termasuk wisata kuliner, yang juga memajang perubahan wajah Kalijodo dari dulu hingga nanti.[21]Selain itu, Pemprov DKI juga memperhatikan mata pencarian warga eks Kalijodo yang direlokasi di Rusun Marunda, Jakarta Utara, dengan memberikan 15 gerobak untuk usaha. Namun, sayangnya kebijakan publik yang patut diacungi jempol ini tidak digubris dengan baik oleh para warga dan PSK Kalijodo sehingga masih ada bentuk penolakan dan hingga saat ini tidak ada satu pun PSK yang mendaftar untuk mendapat pelatihan.[22]
Jika mereka tidak tertarik dengan pelatihan keterampilan, Kemensos menawarkan lapangan kerja sebanyak 2.000 orang di pabrik garmen di Boyolali. Pabrik yang bekerja sama dengan Kemensos ini sudah memiliki asrama bagi para pekerjanya dan dikhususkan bagi para PSK tobat atau narapidana yang telah bebas.[19] Kebijakan lain yang diberikan pemerintah adalah mengenai penggusuran rumah ibadah yaitu Masjid Al Mubaarokah di zona Jakarta Barat dan Gereja Bhetel Indonesia (GBI) Kepanduan di zona Jakarta Utara yang akan dibongkar sendiri oleh warganya akar tidak memicu kemarahan.[20]Pemprov DKI akan menyulap kawasan ini menjadi taman kota dengan beberapa fasilitas umum seperti jogging track, lapangan futsal dan Ruang Publik Terpadu Rumah Anak (RPTRA). Karena kawasan ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi, maka Kalijodo harus menjadi salah satu tujuan wisata, termasuk wisata kuliner, yang juga memajang perubahan wajah Kalijodo dari dulu hingga nanti.[21]Selain itu, Pemprov DKI juga memperhatikan mata pencarian warga eks Kalijodo yang direlokasi di Rusun Marunda, Jakarta Utara, dengan memberikan 15 gerobak untuk usaha. Namun, sayangnya kebijakan publik yang patut diacungi jempol ini tidak digubris dengan baik oleh para warga dan PSK Kalijodo sehingga masih ada bentuk penolakan dan hingga saat ini tidak ada satu pun PSK yang mendaftar untuk mendapat pelatihan.[22]
Pada
dasarnya penggusuran Kalijodo di Jakarta merupakan tindakan yang benar di satu
sisi menurut pandangan pemerintah, karena masyarakat melanggar undang-undang,
yakni pemukiman di daerah tersebut tidak memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik)
atas tanah dan bangunan yang mereka tempati. Alasan pertama ini merupakan
alasan yang logis, tetapi pertanyaannya kemudian apakah ada kepentingan politik
yang mempertahankan tempat itu selama ini? Bagaimana daerah Kalijodo tidak
tersentuh oleh pemerintah, dan baru saat ini membahas dengan tegas situasi
tersebut. Kemudian, di daerah pemukiman Kalijodo tersebut merupakan daerah
prostitusi, sehingga Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan dengan
tegas, bahwa prostitusi merupakan hal yang tidak bisa ditoleransi dalam agama.[23]
Dengan mengatasnamakan agama, masyarakat seringkali yang menjadi korban di atas
semua itu, karena pemerintah hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja,
tidak mengenal sampai ke akar permasalahan masyarakat. Atas nama Pembangunan
seringkali dipakai untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, baik dalam skala
lokal maupun nasional. Tetapi, yang perlu dikritisi adalah apakah pembangunan
tersebut bertujuan untuk menyejahterahkan rakyat atau malah sebaliknya hanya
memberi status quo bagi kaum elit dan
pemilik modal di tengah-tengah masyarakat.
Dalam
membuat kebijakan publik di daerah Kalijodo tersebut, membutuhkan analisis
kebijakan, yang mempunyai prosedur-prosedur sebagai berikut: Pertama, adanya
perumusan masalah, pertama-tama pemerintah tidak langsung menutup lokalisasi
Kalijodo tersebut, tetapi memerlukan data-data lapangan terlebih dahulu sebelum
lebih jauh merumuskan kebijakan. Dalam perumusan masalah tersebut terdapat
beberapa hal penting yang perlu dianalisa, yakni mendiagnosis penyebab-penyebab
masalah, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, kemudian melihat adanya
kesempatan maupun kendala yang dihadapi di lapangan.[24]
Hal yang menjadi masalah di sini adalah banyaknya pihak-pihak yang
berkepentingan dalam mengawasi dan menjaga daerah lokalisasi Kalijodo ini,
sejak puluhan tahun yang lalu. Tidak satupun pemerintah yang berkuasa pada masa
lalu berani menutup kawasan tersebut, karena pemasukkan (pajak) yang dihasilkan
termasuk tinggi. Ini merupakan realita sosial yang terjadi di masyarakat,
ketika uang berbicara maka segala hal mungkin terjadi, bahkan kebijakan publik
dapat direkayasa sedemikian hebatnya. Komisaris Besar Krishna Murti saat
menjabat Kapolsek Penjaringan, yang mengurusi persoalan kalijodo menyatakan
bahwa budaya dan praktik korupsi terjadi di daerah tersebut secara masif dan
menggurita. Hasil penelitian yang dilakukannya dalam bukunya, yakni Kalijodo
sebagai ATM Nasional, uang ratusan juta berputar-putar di kawasan ini, ada
banyak oknum yang memanfaatkan hal ini, baik dari oknum polisi, tentara maupun
pemerintah daerah tersebut. Krishna Murti menyatakan oknum-oknum tersebut
menikmati ‘uang panas’ tersebut.[25]
Proses ini dapat dikatakan sebagai indentifikasi permasalahan dan perumusan
masalah yang bersifat fakta lapangan dengan analisis data yang baik sehingga
relevan dalam peroses pembuatan kebijakan publik.
Hal
kedua yang perlu diperhatikan dalam membuat kebijakan publik adalah peramalan,
yakni dalam hal ini pemerintah dapat melihat ke depan konsekuensi yang akan
terjadi ketika merumuskan suatu kebijakan tertentu, ini bukan hal yang mudah
karena di dalamnya kepentingan politik sering tidak bertemu (pendukung dan
oposisi).[26]
Permasalahan Kalijodo di Jakarta merupakan permasalahan politis, yang tidak
lepas dari lobi-lobi politik yang selalu terjadi terus menerus, karena
kepentingan beberapa kelompok sehingga persoalan ini menjadi lebih rumit.
Pentingnya ‘peramalan’ ini, karena dapat dengan baik melihat peluang yang baik
dan terarah dalam membuat kebijakan publik ke depannya. Hal ketiga adalah
rekomendasi yang membuat pilihan dalam implementasi kebijakan tersebut.
Rekomendasi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial
(Kemensos) menghasilkan kebijakan publik atas permasalahan tersebut, yakni
dengan dua cara: pertama, PSK (Pekerja Seks Komersial) yang berada di daerah
Kalijodo akan diberi keterampilan profesional dan kedua, PSK diberi kesempatan
untuk menjadi karyawan di perusahaan garmen di Boyolali. Dengan jaminan hidup
yang ditawarkan Rp 5.050.000 per orang.[27]
Rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah merupakan hasil dari pertimbangan
dan analisis mendalam terhadap persoalan yang terjadi. Rekomendasi yang
dihasilkan tersebut tidak kurang dari celah maupun kekurangan, setidaknya itu
dapat dilakukan terlebih dahulu sehingga membawa perubahan yang nyata dalam
masyarakat, meskipun perubahan itu hanya secara fisik saja (infrastruktur),
belum tentu mental dan moral masyarakat terakomodasi dengan hal tersebut.
Prosesnya tidak berhenti sampai di rekomendasi (aksi) saja, melainkan
diperlukan pemantauan akan kebijakan yang telah dibuat dan melihat implementasi
kebijakan dalam prosesnya. Pada akhirnya tiba pada evaluasi kinerja kebijakan
yang benar-benar dihasilkan, di dalam prosesnya evaluasi tidak hanya melihat
sejauh mana masalah dapat diselesaikan, lebih daripada itu diperlukan
kritik-kritik mendasar terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, agar
dapat membuat penyesuaian kembali sehingga dapat merumuskan suatu masalah yang
terjadi di masyarakat.[28]
Persoalan Kalijodo di Jakarta merupakan persoalan publik, karena menyangkut di
dalamnya harkat dan martabat manusia, ketidakadilan struktural yang terjadi,
sistem perpolitikan yang semakin carut marut, nilai dan norma dalam masyarakat
hanya menjadi simbol saja, tanpa memiliki arti yang jelas dan makna yang
mendalam di tengah-tengah masyarakat.
D.
KESIMPULAN
a. Refleksi Teologis
Berteologi berarti kita
berusaha untuk memahami Tuhan melalui pencaharian sebuah pemahaman iman dari
berbagai bahasa simbol iman. Gereja yang berteologi hadir di tengah-tengah
masyarakat Indonesia dan menjadi bagian dari masyarakat tidak terlepas dari
pergolakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan karena teologi
pada hakikatnya bersifat menanggapi sehingga sudah semestinya gereja (umat)
menanggapi dan menjawab persoalan-persoalan setiap jemaat pada khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan kesadaran untuk menanggapi realita
yang ada maka gereja telah berteologi sosial, yang berarti bahwa gereja
menemukan dan memahami kehendak Tuhan dalam hidup berelasi dengan sesama dalam
berbagai aktivitas sosial-politik yang terjadi sebagai bukti iman yang
menghadirkan Kerajaan Allah dan sosok Yesus.Kerajaan Allah itu dapat terwujud
apabila keadilan, kebebasan dan kemanusiaan untuk kebaikan bersama hadir dalam
masyarakat tanpa terkecuali dengan meneladani sosok Yesus dalam pengajaran dan
tindakan-Nya yang selalu merangkul orang-orang yang lemah dan menderita. Hal
ini berarti bahwa gereja sebagai representasi Yesus yang hadir di dunia ini pun
perlu merangkul semua kalangan tanpa mengharap pamrih.
Berbicara tentang
politik maka tentu kita pun berbicara tentang pengambilan keputusan kebijakan
publik yang menyangkut masa depan orang banyak oleh pemerintah. Dengan
demikian, dalam pengambilan keputusan kebijakan publik ini harus didasari oleh
etika Kristen yang memiliki 3 pilar yaitu kebenaran, keadilan dan kasih.[29]Dengan
melihat realita seperti penggusuran pemukiman Kalijodo tahun 2016 ini,
pemerintah Jakarta telah memberlakukan kebijakan publik yang sesuai dengan
kebenaran dimana ada tindak kejahatan yang terjadi di dalamnya serta menurut
aspek legalitasnya maka jelas kawasan ini melanggar hukum Agraria; kebijakan
publik ini juga sesuai dengan keadilan bagi para penduduknya dengan memberikan
solusi dan jaminan kehidupan yang lebih layak serta tidak ada lagi tindak
korupsi, judi dan prostitusi yang meresahkan; sesuai dengan pengamalan kasih
karena pemerintah telah memperhatikan kehidupan yang lebih layak bagi semua
pihak. Namun sayangnya, gereja seakan menutup mata dari realita Kalijodo ini.
Keberadaan gereja di tengah-tengah kawasan ini selama bertahun-tahun seakan
membisu dan tidak mempedulikan berbagai kejahatan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai agama dan Pancasila.Gereja yang sepatutnya mengimani bahwa Tuhan
pun menginginkan umatNya untuk mengusahakan kesejahteran kota dimana pun gereja
berada (Yeremia 29:7) seharusnya turut aktif mendukung program pemerintah yang
juga akan berdampak pada kesejahteraan dan kebaikan bersama di negara ini. Gereja
sudah seharusnya peka dengan keadaan yang terjadi di Kalijodo karena gereja
memiliki misi untuk menghadirkan Kerajaan Allah. John Campbell-Nelson
mengungkapkan bahwa keberhasilan demokrasi diukur menurut kesejahteraan banyak
orang, bukan kesuksesan orang kaya.[30]
Hal ini berarti bahwa pemerintah memiliki tugas diakonal (pelayanan) bagi semua rakyat yang juga sama dengan salah
satu tugas gereja kepada siapa saja sebagai panggilan kristen dan gereja hadir
untuk membantu pemerintah mengembangkan kesejahteraan rakyat. Dengan memahami
akan hal ini, gereja sudah tentu haruskeluar dari zona nyamannya kemudian ikut
dalam pengambilan kebijakan publik dengan cara bersinergi dengan gereja lainnya
dari berbagai tradisi dan komunitas.Dengan adanya kerjasama lembaga keagamaan
dan pemerintah maka kasus yang mencoreng keutuhan negeri ini akan dengan cepat
ditangani hingga ke akar-akarnya, karena kasus Kalijodo ini termasuk kasus yang
dapat dikatakan terlambat untuk ditangani.
Menilik
lagi kasus penggusuran pemukiman kalijodo, muncul sebuah pertanyaan apa sumbangsih
gereja yang sudah bertahun-tahun ada di tengah-tengah pemukiman yang dapat
dikatakan “sarang penyamun” itu? Sebenarnya gereja sengaja dibangun agar
orang-orang Kristen “malu” berkunjung ke lokalisasi Kalijodo tetapi malah
justru itu orang Kristen makin banyak datang dari berbagai daerah. Bahkan
mereka menikah dan menetap di sana di tempat yang dikelola para Haji ini.
Ternyata kehadiran gereja tidak merubah situasi, artinya bahwa gereja hadir
namun tidak bertransformasi. terhimpitnya ekonomi memaksa mereka menjadi PSK
agar dapat menyambung hidup. Namun, ketika pemerintah menawarkan pilihan
terbaik dan memberikan modal usaha, mereka tidak menanggapinya karena mereka
berpikir bahwa penghasilan yang akan didapat nantinya tidak sama dengan
penghasilan yang mereka dapatkan sebagai PSK serta “kenikmatan” di Kalijodo
tidak mereka rasakan lagi. Selain itu, mereka juga diperhadapkan dengan tekanan
dari “tuan” mereka karena mereka masih terikat kontrak dan memiliki hutang.
Gereja perlu mengkritik
dirinya sendiri (auto-kritik). Tindakan Gubernur DKI Jakarta sebenarnya adalah
kritik terhadap gereja. Semestinya gereja yang harus melakukan hal itu.
Meskipun dia berlatarbelakang seorang Kristen namun ia tetap menggusur gereja
karena melanggar peraturan Agraria (jalur hijau). Gereja seharusnyapeka dan
membawa perubahan serta menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap hukum.Tindakan
pemerintah DKI Jakarta yang berpacu pada peraturan dan memberikan jalan keluar menjadi
kritik bagi gereja yang seharusnya memanusiakan manusia dan bukan ikut aktif
menyuburkan kawasan Kalijodo karena pajak yang dihasilkan sangat tinggi.
“Emas dan perak tidak
ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu:” (Kis 3: 6) artinya
bahwa gereja harus membangun kesadaran kritis dalam diri orang-orang yang
terlibat dalam prostitusi, judi dan korupsi di kawasan Kalijodo, sehingga
mereka mencintai diri mereka sendiri. Gereja harus memberikan alternatif solusi
yang bukan hanya kata-kata tentang keselamatan sorgawi. Gereja hadir bukan sebagai
lembaga yang mengatasnamakan agama tetapi hadir sebagai pribadi yang peduli,
mau merangkul dan menjalin persahabatan dengan mereka sehingga mereka menyadari
bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan yang berharga. Para PSK adalah orang-orang
yang mengalami krisis terhadap dirinya sendiri karenadi satu sisi mereka ingin
menghargai diri mereka namun di sisi lain mereka berhadapan dengan realitas
sosial yang tidak mudah. Dengan meneladani Yesus, dimana ketika orang-orang
kusta, para pemungut cukai, pelacur, dsb yang dihindari masyarakat dan para
pemuka agama, Yesus hadir dan merangkul mereka, maka gereja dan pemerintah
sepatutnya merangkul dan memayungi mereka yang terpinggirkan karena tuntutan
hidup yang sangat berat.
b. Tindakan Gereja
Menurut hemat
kelompok, untuk terjun dalam persoalan sosial seperti yang terjadi di kawasan
Kalijodo bukanlah suatu sikap yang mudah untuk dilakukan, dimana dapat
diperhatikan bahwa ada begitu banyak pro dan kontra. Tentu saja pro dan kontra
ini ada latar belakangnya yang sangat kompleks. Namun, bukan berarti gereja
memiliih untuk mendiamkan diri dan mencoba untuk menutup mata dan telinga.
Justru pada bagian ini gereja dapat melakukan perannya dengan baik, misalnya
gereja hadir untuk menawarkan ruang bagi mereka untuk diberdayakan, dimana
gereja hadir dalam setiap pribadi yang ada di Kalijodo dan melakukan
pendampingan pastoral bagi mereka. Dalam hal ini pendampingan pastoral kepada
individu dan kepada komunitas. Tujuan pastroal yang dilakukan oleh gereja,
yaitu gereja memahami kondisi dan keberada PSK, sehingga mereka bisa menerima
keadaan dan gereja serta pemerintah pun akan lebih paham akan tindakan seperti
apa yang tepat dilakukan dalam rangka penertiban kawasan Kalijodo. Oleh karena
itu, gereja harus mampu menjadi sahabat sehingga dapat membangun kepercayaan.
Dengan adanya kepercayaan, maka akan lebih mudah untuk menggali kesadaran bahwa
mereka adalah manusia yang berharga. Dengan demikian, menurut kelompok salah
satu hal sederhana yang perlu disikapi oleh gereja, yaitu gereja perlu bersikap
sebagaimana yang dilakukan Yesus. Gereja perlu belajar dari keberanian Yesus
yang berani masuk dalam dunia politik, berani menghadapi penolakan demi
menegakkan kebenaran dan kebaikan bagi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
D,
Riant Nugroho. Kebijakan Publik “Untuk
negara-negara berkembang.”Jakarta: Gramedia, 2006.
Dunn,William
N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999.
Kusumanegara,
Solahuddin.Model dan Aktor dalam Proses
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, 2010.
Rungkat,
Jimmy. Teologia Politik Yesus: Perwujudan
Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia. Batu: Departemen
Literatur Multimedia (Bidang Literatur), 2010.
Artikel:
Ranoh,Ayub.
“Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi: Perspektif Kristen.” Dalam Teologi Publik: Panggilan Gereja di Bidang
Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus Mojau dan
Zakaria J. Ngelow, 86. Makassar: Oase INTIM, 2013.
Suseno,
Frans Magnis."Mengelola Negara Secara Etis." Dalam Teologi Politik: Panggilan Gereja di Bidang
Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus Mojau dan
Zakaria J. Ngelow, 143-146. Makassar: Oase INTIM, 2013.
Sutanto,Trisno
S. "Agama-agama dan “Proyek Demokra(tisa)si”: Refleksi Teologi Politis."
Dalam Teologi Politik: Panggilan Gereja
di Bidang Politik Pascaorde Baru, peny. John Campbell-Nelson, Julianus
Mojau dan Zakaria J. Ngelow, 157. Makassar: Oase INTIM, 2013.
Mulyawan, Budi. "Budaya
Politik Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Politik,"Jurnal Aspirasi vol.5, no.2 (Februari
2015). Diunduh melalui ejournal.unwir.ac.id.,
pada 26 Maret 2016.
Bilkis, Mulya
Nur. “Semua Tempat Ibadah di Kalijodo Akan Dibongkar Sendiri Oleh Warga,” detikNews, 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153443/semua-tempat-ibadah-di-kalijodo-akan-dibongkar-sendiri-oleh-warga (diakses pada 28 Maret 2016).
Damarjati,
Danu. “Ahok: Tak Ada PSK Kalijodo Yang Mendaftar Ikut Pembinaan,” detikNews, 2 Maret 2016, http://news.detik.com/berita/3155821/ahok-tak-ada-psk-kalijodo-yang-mendaftar-ikut-pembinaan (diakses
pada 28 Maret 2016).
Haryanto,
Andry. “4 Alasan Kawasan Kalijodo Perlu Ditertibkan,” Liputan6 News, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=1
(diakses pada 28 Maret 2016).
____________
“Cerita Kombes Khrisna Lawan Praktik Korup di Kalijodo, liputan6news, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438207/cerita-kombes-krishna-lawan-praktik-korup-di-kalijodo,
(diakses 29 Maret 2016).
Indrawan, Aditya
Fajar. “Pemrov Gelar Beauty Contes Kalijodo,
Masjid Al Mubaarokah Dibangun Ulang,” 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153851/pemprov-gelar-beauty-contest-kalijodo-masjid-al-mubaarokah-dibangun-ulang(diakses pada 28
Maret 2016).
Liputan, Reporter Tim. “Pro Kontra Penertiban
Kawasan Kalijodo,” surabayanews, 19
Februari 2016, http://surabayanews.co.id/2016/02/19/45052/pro-kontra-penertiban-kawasan-kalijodo.html
(diakses pada 28 Maret 2016).
Santoso,
Audrey. “Pembuat Ijazah Palsu Diduga Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi, 26 Mei
2015, http://news.liputan6.com/read/2239850/pembuat-ijazah-palsu-diduga-kerja-sama-dengan-perguruan-tinggi,
(diakses pada 29 Maret 2016).
Yuliawati. “Cerita Remy Sylado Soal Asal
Mula Kalijodo,” cnnindonesia, 16
Februari 2016, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160216145554-20-111286/cerita-remy-sylado-soal-asal-mula-kalijodo/
(diakses pada 28 Maret 2016).
http://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/1817-tiga-masalah-kesehatan-yang-dihadapi-indonesia,
diakses 29 Maret 2016.
http://www.jawapos.com/read/2016/02/16/18251/ini-dua-opsi-dari-kemensos-untuk-psk-kalijodo,
diakses 29 Maret 2016, 8.36 AM.
[1] Solahuddin Kusumanegara, Model
dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gava Media, 2010), 4
[2]Ibid., 5
[3]Ibid.,
1.
[4]Ibid.,
5.
[5]Ibid.,14-15.
[6]
Riant Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk
negara-negara berkembang”(Jakarta: Gramedia, 2006), 30.
[7]Riant
Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk negara-negara
berkembang” ..., 31.
[8]Ibid.,
51-52.
[9]Riant
Nugroho D, Kebijakan Publik “Untuk
negara-negara berkembang”..., 53
[10]
William N. Dunn, Pengantar Analisis
Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999), 26-28.
[11]
Jimmy Rungkat, Teologia Politik Yesus:
Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia (Batu:
Departemen Literatur Multimedia (Bidang Literatur) YPPII, 2010), 19.
[12]
Budi Mulyawan, "Budaya Politik Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif
Pembangunan Politik," Jurnal
Aspirasi vol.5, no.2 (Februari 2015):1.
[13]Jimmy
Rungkat, Teologia Politik Yesus:
Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia..., 19.
[14]
Ibid., 30-37.
[15]Audrey Santoso, “Pembuat Ijazah Palsu
Diduga Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi, liputan6news,
26 Mei 2015, http://news.liputan6.com/read/2239850/pembuat-ijazah-palsu-diduga-kerja-sama-dengan-perguruan-tinggi, (diakses pada 29 Maret 2016).
[17] Yuliawati, “Cerita Remy Sylado Soal Asal
Mula Kalijodo,” cnnindonesia, 16
Februari 2016, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160216145554-20-111286/cerita-remy-sylado-soal-asal-mula-kalijodo/ (diakses pada 28 Maret 2016).
[18] Reporter Tim Liputan, “Pro Kontra
Penertiban Kawasan Kalijodo,” surabayanews,
19 Februari 2016, http://surabayanews.co.id/2016/02/19/45052/pro-kontra-penertiban-kawasan-kalijodo.html (diakses pada 28 Maret 2016).
[19]
Andry Haryanto, “4 Alasan Kawasan Kalijodo Perlu Ditertibkan,” Liputan6 News, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=1
(diakses pada 28 Maret 2016).
[20]Mulya
Nur Bilkis, “Semua Tempat Ibadah di Kalijodo Akan Dibongkar Sendiri Oleh
Warga,” detikNews, 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153443/semua-tempat-ibadah-di-kalijodo-akan-dibongkar-sendiri-oleh-warga (diakses pada
28 Maret 2016).
[21] Aditya Fajar Indrawan, “Pemrov Gelar Beauty Contes Kalijodo, Masjid Al
Mubaarokah Dibangun Ulang,” 29 Februari 2016, http://news.detik.com/berita/3153851/pemprov-gelar-beauty-contest-kalijodo-masjid-al-mubaarokah-dibangun-ulang (diakses pada 28 Maret 2016).
[22]
Danu Damarjati, “Ahok: Tak Ada PSK Kalijodo Yang Mendaftar Ikut Pembinaan,” detikNews, 2 Maret 2016, http://news.detik.com/berita/3155821/ahok-tak-ada-psk-kalijodo-yang-mendaftar-ikut-pembinaan (diakses pada
28 Maret 2016).
[23]Andry Haryanto, 4 Alasan Kawasan Kalijodo
Perlu Ditertibkan, 17 Februari 2016, liputan6news,
17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438811/4-alasan-kawasan-kalijodo-perlu-ditertibkan?p=2, diakses 29 Maret 2016, 8.25 AM.
[24] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 26.
[25]Andry Haryanto, “Cerita Kombes Khrisna
Lawan Praktik Korup di Kalijodo, 17 Februari 2016, http://news.liputan6.com/read/2438207/cerita-kombes-krishna-lawan-praktik-korup-di-kalijodo, diakses 29 Maret 2016, 8.42 AM.
[26]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 27.
[27]http://www.jawapos.com/read/2016/02/16/18251/ini-dua-opsi-dari-kemensos-untuk-psk-kalijodo, diakses 29 Maret 2016, 8.36 AM.
[28]William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., 29.
[29]Jimmy
Rungkat, Teologia Politik Yesus:
Perwujudan Tugas Sosial-Politik Pemimpin Kristen di Indonesia..., 137.
[30]
John Campbell-Nelson, “Demokrasi Sebagai Misi Gereja,” dalam Teologi Publik: Panggilan Gereja di Bidang
Politik Pascaorde Baru..., 74.
Comments
Post a Comment