Relevansi Injil Markus terhadap PAK Anak

Markus 10:13-16
13Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang itu. 14Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biralah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. 15Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” 16Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

           
Relevansi Markus terhadap PAK Anak
Dalam teks ini fokus berbicara tentang kerajaan Allah, yang dimana Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga (istilah di dalam Injil Matius) merupakan inti pengajaran Yesus Kristus sebagaimana dicatat di dalam
Injil Sinoptik. Meskipun demikian, tidak berarti ketiga injil menampilkan gambaran Kerajaan Allah yang sama. Ada perbedaan-perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing Injil. Kerajaan Allah bukanlah sebuah konsep yang asli berasal dari Yesus, melainkan berakar di dalam Perjanjian Lama, yang kemudian ditekankan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus dalam zaman Perjanjian Baru.[1] Di beberapa bagian Alkitab lainnya, Allah juga disapa sebagai Raja, terutama di dalam kitab Mazmur dan Nabi-nabi. Di dalam konsep tersebut ada aspek ke-akan-an atau aspek sorgawi, dan juga ada aspek duniawi atau aspek kekinian. Di dalam perkembangan selanjutnya, aspek sorgawi dikembangkan oleh komunitas Qumran, sedangkan aspek duniawi dianut oleh Kaum Zelot yang berjuang menghadirkan Kerajaan Allah secara politik.[2]
Di dalam kesusastraan pseudopigrafa (suatu tulisan yang tidak masuk ke dalam kanon dan juga dalam apokrifa), juga mulai dikenal istilah "Kerajaan Allah", meskipun belum memiliki makna yang sentral seperti dalam Perjanjian Baru. Istilah tersebut dipakai dalam dua arti:
1.      ketaatan pada hukum Taurat, dan
2.      penyataan pemerintahan Allah yang akan datang atas seluruh dunia apabila segala  bangsa telah ditaklukkan kepadaNya.[3]
Dalam hal ini teks Markus menekankan bahwa kerajaan Allah tercermin di dalam diri anak kecil, “Markus 10:15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Melihat dari teks tersebut, menjadi pertanyaan adalah anak kecil yang seperti apa yang dimaksudkan teks tersebut, apakah anak kecil usia 1-3 tahun, usia 2-6 tahun, 7-12 tahun, kita tidak mengetahui persis maksud anak kecil tersebut.  Jika melihat kembali pada perikop-perikop yang sejajar dengan Markus 10:13-16, kita melihat di dalam  Lukas 18:15 memberitahu kita bahwa yang mereka bawa adalah balita, para bayi, dan bayi-bayi inilah yang disebut sebagai 'anak-anak' oleh Lukas. Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil (infants) kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Dan di ayat 17, disampaikan ucapan yang persis sama dengan yang ada di Markus. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Sekarang kita tahu bahwa yang dibahas di sini adalah bayi atau balita. Lazimnya, orang-orang pada zaman itu akan membawa anak-anak kecil mereka karena mereka beranggapan bahwa Yesus adalah seorang nabi besar. Dan seorang manusia Allah dipandang membawa banyak berkat ilahi, dan karena Yesus adalah seorang nabi, mereka ingin agar anak-anak mereka diberkati oleh-nya. Demikianlah, yang disebutkan sebagai anak-anak kecil di sini adalah balita. "Menjadi sama seperti anak-anak kecil." Jika Anda perhatikan bayi-bayi, perkaranya segera menjadi jelas. Jika yang dibicarakan adalah anak-anak, maka kita tidak begitu pasti akan aspek mana yang harus diamati.[4]
Pada saat itu anak kecil, terkhusus untuk bayi-bayi (balita) dianggap sangat tidak berdaya dan tidak bias membuat apa-apa, tetapi Yesus ingin murid-muridNya seperti itu, ketidak-berdayaan tetapi mengungkapkan kemurnian hati dalam mencari Allah, yang dimaksudkan dengan kemurnian ini adalah bahwa bayi sangat lugu; ia tidak memiliki motivasi yang rumit. Di dalam pengertian ini, kita bisa memandang bahwa motivasi dari bayi atau anak kecil memang sangat murni. Ia tidak memiliki motivasi jahat di dalam tindakannya. Ia tidak mampu memikirkan niat-niat yang jahat. Bisa dikatakan anak sangat jujur terhadap dirinya sendiri dan orang lain yang dijumpai. Kemudian Seorang anak kecil atau bayi menerima kasih dengan kepercayaan penuh, hal ini terlihat dari ketidak-berdayaan anak kecil ini adalah bahwa seorang anak menerima apapun yang diberikan kepadanya dengan penuh kepercayaan, walau dia mungkin tidak tahu apa resiko dari hal-hal yang dia terima itu. Sebenarnya, dia malah tidak tahu apa-apa tentang resiko itu. Juga seorang bayi atau anak jika menerima sesuatu tanpa kebanggan ataupun kesombongan dalam dirinya, berbeda dengan orang yang dewasa yang pikirannya semakin rumit dan membuatnya jatuh dalam kesombongan. Kita juga belajar dari anak kecil atau bayi dari teks ini, yakni mereka menerima segala sesuatu dengan penuh sukacita, tanpa adanya rasa bersungut-sungut. Banyak hal yang kita dapatkan dari teks ini mengenai anak kecil, meskipun mereka dianggap tidak berdaya, tetapi mereka mencerminkan kerajaan Allah, dan kerajaan Allah hadir dalam anak-anak kecil seperti itu.
Relevansi teks Markus ini dalam PAK Anak sudah terlihat jelas, bahwa Yesus sendiri sangat memprioritaskan anak-anak kecil daripada orang-orang dewasa, oleh karena sifat dan karakter anak-anak kecil tersebut murni dari dalam hati dan pikiran mereka. Bagi PAK juga kita harus dengan tegas memprioritaskan anak-anak, jangan menganggap rendah anak-anak, oleh karena mereka masih kecil atau tidak berdaya, justru sejak dari kecil pertumbuhan iman, kehidupan sosial mereka dibentuk, dan dibutuhkan dukungan dari keluarga yang merupakan wadah terkecil dari pendidikan anak, sehingga kelak anak dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik di tengah-tengah masyarakat, oleh karena anak-anak adalah penerus masa depan, dan karakter mereka harus dibangun sejak kecil, yakni melalui keluarga dan lingkungan dimanapun dia berada, sehingga kerajaan Allah terjadi di tengah-tengah keluarga, dan masyarakat luas.




[1] H. Ridderbos, H. Baarlink. 1975. Pemberitaan Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptis.
[2] Donald Guthrie. 2001. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
[3] H. Ridderbos, H. Baarlink. 1975. Pemberitaan Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptis.
[4] http://www.cahayapengharapan.org/

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama