Daniel 4:1-7

KITAB DANIEL
Sastra apokaliptik adalah jenis tulisan mengenai penyataan Ilahi yang berasal dari masyarakat Yahudi kurang lebih antara tahun 250 SM dan 100 M yang kemudian diambil alih dan diteruskan oleh Gereja Kristen.[1] Sastra Apokaliptik sendiri muncul setelah kemerosotan peran kenabian di Israel dan tekanan dari situasi politik yang dialami bangsa Yahudi pada periode Helenistis.[2] Banyak penulis sastra apokaliptik yang menuliskan karya-karyanya penuh misteri dan menggunakan nama-nama tokoh terkenal pada masa lampau yang kemudian menjadi daya tarik dari sastra apokaliptik itu sendiri. Ciri lain yang penting dari sastra apokaliptik adalah penggunaan simbol-simbol, penekanan pada sosok malaikat, dan menunjuk pada sesuatu zaman keselamatan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua ciri tersebut akan ditemukan dalam setiap tulisan-tulisan apokaliptik.[3]

Kata "apokaliptik" berasal dari bahasa Yunani yang artinya "menyingkapkan" atau " membukakan" dan merujuk pada sesuatu yang sebelumnya tersembunyi dan sekarang telah disingkapkan sekarang. Kata "apokaliptik" sebetulnya merupakan suatu ungkapan dari gereja Kristen abad ke-2 untuk jenis sastra yang dipakai dalam surat Wahyu kepada Yohanes di Perjanjian Baru.  Dari sinilah kata "apokaliptik" kemudian menjadi sebutan untuk gaya penulisan yang banyak menggunakan simbol, seperti di dalam Kitab Wahyu.
Para pakar biblika banyak yang berpendapat bahwa sastra apokaliptik mendapatkan pengaruh yang banyak dari tradisi kenabian di Perjanjian Lama. Beberapa usaha penelusuran tentang asal-usul sastra apokaliptik dilakukan pada pengharapan eskatologis para nabi karena diduga apokaliptik berakar kuat pada eskatologi kenabian. Dari penelusuran tersebut ditemukan beberapa bukti perubahan eskatologi kenabian yang kemudian berkembang menjadi apokaliptik. Kitab Deutro Yesaya digambarkan sebagai proto-apokaliptis; Yesaya 24-27;34-35;60-62 dan Zakharia 9-10 sebagai apokalipsis awal; Zakharia 12-13 sebagai apokalipsis pertengahan dan bagian Trito-Yesaya dan Zakharia 11sebagai apokalipsis penuh.
Von Rad, mengatakan bahwa sastra apokaliptik mempunyai akar pada tradisi hikmat sehingga tradisi hikmat dapat disebut juga pra-apokaliptik. Gagasan ini muncul karena sejumlah penjelasan untuk menunjukkan bahwa sastra apokaliptik bersumber dari nubuat para nabi dianggap belum cukup memuaskan. von Rad mengatakan bahwa dalam kitab-kitab apokaliptik dari abad ke-2 SM sangat sedikit nabi menjadi penulis kitab-kitab apokaliptik sementara orang-orang seperti Daniel, Henokh dan Ezra adalah orang-orang yang bijaksana. Namun demikian, gagasan ini mendapat pertentangan dari pakar lainnya karena dalam literatur hikmat, eskatologi tidak dikenal.[4] Gagasan eskatologi yang sangat menonjol dalam tulisan-tulisan apokaliptik dan kitab-kitab para nabi tidak dijumpai dalam tradisi kebijaksanaan.
Sejumlah tulisan apokaliptik memperlihatkan adanya hubungan antara apokaliptik dan tradisi imamat. Di dalam kitab Daniel, misalnya, terdapat penekanan pada aturan-aturan mengenai makanan yang halal dan haram (Daniel 1:8), pentingnya Bait Allah serta tata cara pemberian kurban persembahan (Daniel 8:11, Daniel 9:27). Selain itu, tulisan-tulisan apokaliptik juga memberi tempat penting bagi ilmu perbintangan dan makna bilangan dalam menentukan perhitungan penanggalan untuk waktu pelaksanaan berbagai macam upacara keagamaan.
Sastra apokaliptik juga diduga banyak dipengaruhi kepercayaan agama lain seperti kepercayaan Babilonia yang banyak menaruh perhatian pada praktik-praktik nujum dan perdukunan, serta mimpi-mimpi dan penglihatan dari kalangan para bijak
Ciri sastra Apokaliptik adalah memakai nama penulis samaran. Tulisan yang penulisnya menggunakan nama samaran dikenal dengan istilah pseudonymous. Pemakaian nama samaran merupakan hal yang lazim dan tidak hanya terjadi di lingkungan penulis Yahudi saja, tetapi juga di dunia Yunani dan Romawi. Dengan menggunakan nama samaran, biasanya nama figur-figur dari masa lampau yang dihormati, maka tulisan-tulisan apokaliptik mendapatkan otoritas dan dihadirkan sebagai tulisan-tulisan yang memprediksikan masa depan yang sedang digenapi.[5]
Ciri lain dari sastra apokaliptik yang membuatnya mudah dikenali adalah banyak menggunakan bahasa simbolis. Kadang bahasa simbolis yang digunakan mudah dimengerti namun kadang sulit dipahami. Simbol-simbol yang sering dipakai adalah binatang-binatang, manusia dan bintang-bintang, makhluk-makhluk mitologi, dan angka-angka.
Sastra apokaliptik sangat menekankan sifat supranatural dari wahyu yang diberikan. Aspek supranatural ini diperlihatkan melalui sosok malaekat yang mewarnai tulisan-tulisan apokaliptik. Sosok malaikat dalam tulisan apokaliptik memiliki peran penting yang membuat mereka menonjol. Misalnya, dalam kitab Daniel kita dapat menemukan dua tokoh malaikat yaitu Gabriel (Daniel 8:16) dan Mikhael (Daniel 12:1). Para penulis sastra apokaliptik banyak memberikan perhatian kepada sosok-sosok malaikat dan setan karena memang masyarakat Israel kuno sangat akrab dengan bayangan tentang suatu pengadilan ilahi yang menunjukkan adanya sisa-sisa politeisme kuno dalam kepercayaan mereka yang monoteis.[6]
Bila membaca sastra apokaliptik, kita dapat menemukan pembedaan yang tegas antara dunia yang sekarang dengan dunia yang akan datang. Sastra Apokaliptik berbicara tentang eskatologi, yaitu akhir dunia yang semakin memburuk hingga betul-betul kiamat, lalu tiba-tiba muncul dunia baru yang serba indah. Saat dunia yang baru itu datang, segala kejahatan dan kuasanya akan dimusnahkan oleh Allah, orang-orang yang telah mati akan dibangkitkan, dan akan ada penghakiman bagi semua orang. Dalam pandangan apokaliptik, bumi dilihat secara menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada umat Israel. Tulisan apokaliptik juga tidak hanya melampaui batas sejarah sampai ke eskatologi (keadaan sesudah sejarah berakhir) tetapi juga protologi yaitu keadaan sebelum dunia diciptakan. Pola pikir dualistis seperti membedakan antara zaman sekarang dan akan datang, antara bumi dan sorga, antara orang suci dan orang jahat sangat menonjol dalam sastra apokaliptik. Dengan datangnya dunia yang baru maka berakhirlah penderitaan orang-orang percaya yang tertindas. Sastra apokaliptik dengan demikian mendorong orang-orang agar dapat bertahan dalam penindasan. Sasaran akhir tulisan ini adalah berakhirnya segala kejahatan, kekuasaan yang dimiliki negara-negara besar di dunia tidak akan bertahan lama, dan zaman keselamatan pun tiba.
Kitab Daniel merupakan sastra apokaliptik yang paling tua, ditulis sekitar tahun 167-164 SM, yang dikenal orang-orang Kristen bahkan kitab ini menjadi satu-satunya kitab apokaliptik yang masuk dalam kanon Perjanjian Lama. Tulisan ini sebagian ditulis dengan menggunakan bahasa Ibrani dan sebagaian lagi dalam bahasa Aram, Dalam kitab Daniel ditemukan dua pola yang berbeda antara pasal 1-6 dengan pasal 7-12. Daniel 1-6 banyak menceritakan kehidupan Daniel dan teman-temannya di dalam istana pada masa pemerintahan raja-raja Babel dan Persia abad ke-6 SM sedangkan Daniel 7-12 berisi berbagai penglihatan. Kitab Daniel merupakan sebuah kitab apokaliptik yang berisi tentang beberapa penglihatan masa depan dan sejarah dari empat kerajaan dunia, tentang Raja Antiokhus yang jahat, penghukuman Allah, dan kedatangan Kerajaan Allah.[7]
Kitab Daniel, yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan bahasa Aram, adalah sebuah kitab yang terdapat dalam Alkitab Ibrani (Tanakh) dan Perjanjian Lama di Alkitab orang Kristen. Kisah dalam kitab ini terjadi pada masa pembuangan di Babel, sebuah masa ketika bangsa Yahudi dibuang dan diasingkan ke Babel. Kisah ini berlangsung sekitar seorang tokoh yang bernama Daniel, seorang pemuda yang dibawa dari Yerusalem ke Babel oleh raja Nebukadnezar untuk dilatih melayani dalam istana raja.[8]
Buku ini mempunyai dua bagian yang berbeda: serangkaian cerita dan 4 penglihatan apokaliptik. Tiga narasinya melibatkan Daniel, yang mempunyai karunia bernubuat, menafsirkan mimpi dan tanda-tanda ilahi. Dua narasi lainnya menampilkan bangsa Israel yang telah dijatuhi hukuman karena kesalahan mereka dan yang secara ajaib terlepas dari hukuman mati. Pada bagian kedua buku ini, si penulis mengungkapkan dan sebagian menafsirkan serangkaian penglihatan yang digambarkan dalam sudut pandang orang pertama (dengan kata "aku").
Kitab Daniel ini menarik sebab beberapa bagian kitab ini yaitu dari pasal 2:4a sampai 7 ditulis dalam bahasa bahasa Aram sedangkan lainnya dalam bahasa bahasa Ibrani. Akibatnya ada yang menganggap kitab ini tidak seluruhnya ditulis oleh penulis yang sama.
Penetapan waktu penulisan Kitab Daniel yang belakangan ini terbagi pada dua kubu: yang pertama mengatakan bahwa kitab ini secara keseluruhan ditulis oleh satu orang pengarang pada masa dicemarkannya Bait Suci Yerusalem (168-165 SM) di bawah penguasa Seleukus Antiokhus IV Epifanes (memerintah 175-164 SM), yang lainnya menganggapnya sebagai kumpulan cerita yang berasal dari waktu yang berbeda-beda di sepanjang periode Helenis (dengan sebagian bahannya kemungkinan berasal dari periode Persia yang terakhir), dengan penglihatan-penglihatan dalam pasal 7-12 ditambahkan di kemudian hari pada masa pencemaran Bait Suci oleh Antiokhus. John Collins berpendapat bahwa menurut analisis tekstual bagian "kisah-kisah istana" dari Daniel ini tidak mungkin ditulis pada abad ke-2 SM. Dalam entrinya untuk Kitab Daniel pada 1992 dalam Anchor Bible Dictionary, ia menyatakan "jelas bahwa cerita-cerita istana dalam pasal 1-6 'tidak ditulis pada masa Makabe. Bahkan tidak mungkin kita mengisolir satu ayat pun yang menunjukkan penyisipan oleh seorang redaktur dari masa tersebut."
Flavius Yosefus, penulis sejarah untuk raja-raja Romawi sekitar abad pertama Masehi, mencatat bahwa Aleksander Agung menerima salinan Kitab Daniel dari imam Yahudi ketika ia merebut Yerusalem pada musim gugur tahun 332 SM.(Antiquities of the Jews XI, pasal viii, alinea 3-5) Imam Besar "Yaddua" menunjukkan bahwa Kitab Daniel sudah menubuatkan bahwa tentara Yunani (Aleksander Agung) akan mengalahkan tentara Persia hampir 200 tahun sebelumnya. Aleksander sangat terkesan, ia melarang tentaranya untuk merusak Yerusalem, bahkan turut mempersembahkan korban kepada Tuhan sesuai aturan imam-imam.
Kebanyakan penafsir menemukan bahwa rujukan-rujukan dalam Kitab Daniel mencerminkan penganiayaan Israel oleh Antiokhus IV Epifanes (175–164 SM), dan akibatnya mereka percaya bahwa bagian itu berasal dari periode tersebut. Secara khusus, penglihatan dalam pasal 11, yang memusatkan perhatian pada serangkaian peperangan antara "Raja dari Utara" dengan "Raja dari Selatan," pada umumnya ditafsirkan sebagai pembahasan mengenai sejarah Timur Dekat dari masa Alexander Agung hingga masa Antiokhus IV; yang dimaksudkan dengan "Raja-raja dari Utara" adalah raja-raja Seleukus dan "Raja-raja dari Selatan" adalah raja-raja Ptolemaik, penguasa Mesir. Kesimpulan ini pertama kali diambil oleh filsuf Porfiri dari Tirus, seorang Neoplatonis kafir abad ke-3 yang tulisannya sebanyak 15 jilid yang berjudul Melawan Orang Kristen hanya kita kenal melalui jawaban yang diberikan oleh Hieronimus. Hieronimus menerima banyak (tetapi tidak semua) dari penafsiran Porfiri tentang penglihatan Daniel, tetapi berpegang pada pandangan tradisional tentang tanggal penulisan Daniel dan berpendapat bahwa kesamaan-kesamaan dengan sejarah yang sesungguhnya disebabkan oleh karena Daniel memang seorang nabi sejati, dan bukan karena buku itu ditulis di kemudian hari. Jadi, Porfiri adalah satu-satunya kritikus yang dikenal hingga abad ke-17 yang mengungkapkan keraguannya bahwa Daniel ditulis pada masa yang lebih awal. Banyak sejarahwan berpendapat bahwa kitab ini ditulis untuk memengaruhi orang-orang Yahudi yang hidup di bawah penganiayaan Antiokhus. Mereka yakin bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan di dalam penglihatan-penglihatan itu sesuai benar dengan kejadian-kejadian pada masa Makabe sementara kitab itu keliru pada peristiwa-peristiwa penting yang menyangkut sejarah Babel. Dengan ditemukannya banyak salinan Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati yang diperkirakan dibuat pada abad ke-2 SM, maka dugaan bahwa Daniel baru ditulis di abad ke-2 SM tidak lagi dapat diterima. Apalagi dengan tambahan informasi dari Septuaginta, yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada tahun 275 SM, yang memuat lengkap Kitab Daniel dan diselesaikan bahkan sebelum Antiokhus IV lahir.
Latar Belakang kitab Daniel dimulai ketika Antiokhus III dari Syria, memerintah sekitar 223-187 SZB. Para peneliti Alkitab Perjanjian Lama , khususnya kitab Daniel hamper sependapat, bahwa kitab Daniel dan bagian-bagiannya yang beraneka ragam, dituliskan sekita tahun 200 dan 160 SZB, yaitu pada masa atau zaman Helenistik terakhir. Zaman Helenistik ini dimulai dengan penyerbuan raja Alexander dari Makedonia yang memerintah tahun 336-323 SZB dan merebut kerajaan Persia dan berhasil dengan bantuan tentaranya yang terdiri dari orang-orang Yunani. Dengan kemenangan raja Yunani ini, maka melalui tentara dan pegawai-pegawai yang duduk di eselon-eselon tertinggi juga dengan bantuan pedagang-pedagang, seluruh daerah jajahannya dipaksakan berbahasa Yunani, pergaulan hingga pada perkantoran. Namun bukan hanya bahasa Yunani dipaksakan menjadi bahasa nasional hingga pada internasional, tetapi juga cara berpikir dan gaya hidup. Nyatanya, di antara orang-orang Yahudi tersebut terdapat beberapa sikap terhadap kebudayaan Hellenistis ini. Ada kelompok atau partai yang menerima kebudayaan Hellenistis ini secara keseluruhan dan tanpa ada reaksi menentang. Tetapi ada juga kelompok atau partai yang setia terhadap agama Yahudi, tetapi terbuka untuk kebudayaan Hellenistis ini, terutama terhadap unsur-unsur yang dianggap baik dalam kehidupan keagamaan orang Yahudi.
            Pada tahun 175 Antiokhus IV, seorang anak lain dari Antiokhus III naik takhta di kerajaan Seleukid. Kerajaannya tidak mantap dan masih terpecah-pecah dan untuk mempersatukannya dia mendorong dan memajukan segala unsure kebudayaan Hellenistis, termasuk ibadah kepada dewa Zeus. Hematnya, Antiokhus IV sangat menekankan keyunanian yang ada hingga kepada pemujaan terhadap dirinya sebagai penjelmaan dewa Zeus.
            Pada tahun 168, Antiokhus menyerang Mesir. Sesudah dia memperlakukan orang-orang Yahudi semakin kejam. Dia menyuruh Apolonius dengan tentara besar ke Yerusalem dan mereka masuk kota itu dengan tipu muslihat. Lalu Antiokhus Epifanes menyadari bahwa orang-orang Yahudi yang melawan dia adalah disebabkan agama mereka, sebab itu dia mengeluarkan suatu surat keputusan yang meniadakan pembebasan dari pajak yang diberikan ayahnya kepada orang-orang rohaniwan; dan agama Yahudi pun dilarang.


Daniel 4:1-7
4:1
Dari raja Nebukadnezar kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang diam di seluruh bumi: "Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu!

4:2
Aku berkenan memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan Allah yang maha tinggi kepadaku.

4:3
Betapa besarnya tanda-tanda-Nya dan betapa hebatnya mujizat-mujizat-Nya! Kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal dan pemerintahan-Nya turun-temurun!

4:4
Aku, Nebukadnezar, diam dalam rumahku dengan tenang dan hidup dengan senang dalam istanaku;

4:5
lalu aku mendapat mimpi yang mengejutkan aku, dan khayalanku di tempat tidurku serta penglihatan-penglihatan yang kulihat menggelisahkan aku.

4:6
Maka aku mengeluarkan titah, bahwa semua orang bijaksana di Babel harus dibawa menghadap aku, supaya mereka memberitahukan kepadaku makna mimpi itu.

4:7
Kemudian orang-orang berilmu, ahli jampi, para Kasdim dan ahli nujum datang menghadap dan aku menceritakan kepada mereka mimpi itu, tetapi mereka tidak dapat memberitahukan maknanya kepadaku.









TAFSIRAN
4:1 Dari raja Nebukadnezar kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang diam di seluruh bumi: "Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu!
·         Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk surat, dan sama seperti surat-surat kebanyakan pada zaman kuno dimulai dengan :
1.      Nama si pengirim, yaitu raja Nebudkadnezar,
2.      Nama orang-orang yang kepadanya surat itu dialamatkan, yaitu “orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang diam di seluruh bumi”,
3.      Salam, yaitu “bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu”, dan
4.      Ringkasan tema, yaitu “tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan Allah Yang Mahatinggi”, yang “kerajaanNya adalah kerajaan yang kekal dan pemerintahanNya turun temurun”. Dalam ringkasan tema ini terdapat pujian kepada Allah.
·         Nebudkadnezar = Raja Babel (605-562 SZB), namanya sering disebut oleh nabi Yeremia, Yehezkiel, Daniel, dan dalam sejarah bagian akhir Yehuda. Menurut Tawarikh Babel, Nebudkadnezar, anak dari pendiri wangsa kasdim, Nabopolassar, mula-mula memimpin pasukan Babel sebagai ‘putra mahkota’ dalam pertempuran di Asyur-Utara tahun 606 SZB. Tahun berikutnya dia menaklukan Nekho II dari Mesir di Karkemis dan Hamat, pada waktu ini dia menaklukkan seluruh Hatti. Daniel termasuk dalam tawanan yang diambil dari Yehuda, pada tahun keempat pemerintahan Yoyakim.

·         Segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang diam di seluruh bumi = sama seperti Daniel 3:4, ungkapan ini menunjuk kepada bangsa-bangsa dalam kerajaan Nebudkadnezar. Tetapi Nebudkadnezar dapat menyamakan kerajaannya dengan seluruh bumi, karena dia memerintah atas hampir semua daerah yang beradab di dunia pada zaman itu dan dalam kerajaannya terdapat berbagai macam-macam bangsa dan suku yang berbicara dengan bahasa yang berbeda.
·         "Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu! = Raja Nebudkadnezar saat itu memberikan salam kepada bangsa-bangsa saat itu, karena ini merupakan salam dari surat yang dibuat oleh Nebudkadezar
4:2 Aku berkenan memaklumkan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang telah dilakukan Allah yang maha tinggi kepadaku.
·         tanda-tanda dan mujizat-mujizat = Istilah ini sering terdapat baik dalam Perjanjian Lama (mis, Kelu 7:3; Ul 6:22) maupun dalam Perjanjian Baru (mis:Mrk 13:22; Yoh 4:48). Tanda-tanda dan mujizat ini bukan menunjuk kepada tindakan-tindakan Allah yang sudah diriwayatkan dalam pasal-pasal terdahulu, tetapi kepada yang akan diriwayatkan dalampasal 4 ini.

4:3 Betapa besarnya tanda-tanda-Nya dan betapa hebatnya mujizat-mujizat-Nya! Kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal dan pemerintahan-Nya turun-temurun!
·         Dalam ayat 1-3 tersebut merupakan cerita pendek keempat yang ditulis dalam bentuk surat kesaksian dari Nebudkadnezar kepada bawahannya. Di dalam ayat 1-3 ini terdapat mimpi dan pengalaman mengherankan serta restorasi telah meyakinkan raja bahwa Allah orang-orang Yahudi memerintah semua kerajaan manusia dan mengenyahkan orang yang akan memerintah mereka. Dalam cerita yang tidak diberi keterangan waktu itu, raja Babel mengucapkan sebuah pelajaran tentang kerendahan hati yang diajarkan kepadanya oleh Raja dari surga. Daniel hanya digambarkan sebagai penafsir mimpi raja.

4:4 Aku, Nebukadnezar, diam dalam rumahku dengan tenang dan hidup dengan senang dalam istanaku;
·         Di dalam ayat ini tidak ada perbedaan antara rumah dan istana raja Nebudkadnezar, sebab bagian kedua dari ayat ini mengulangi pikiran dalam bagian pertama. Memang dalam ayat ini serta beberapa ayat berikutnya terdapat paralelisme (kesejajaran) yang merupakan sifat asasi dari puisi bahasa ibrani.
·         Hidup dengan senang = kata bahasa aram ini menunjukkan bahwa Nebudkadnezar juga mengalami kesuksesan.

4:5 lalu aku mendapat mimpi yang mengejutkan aku, dan khayalanku di tempat tidurku serta penglihatan-penglihatan yang kulihat menggelisahkan aku.
·         Penglihatan-penglihatan = Nebudkadnezar akan meriwayatkan satu mimpi (atau penglihatan) saja. Barangkali bentuk jamak dipakai karena Nebudkadnezar melihat beberapa babak dari dalam mimpi itu.
·         Raja Nebudkadnezar saat itu menceritakan bahwa ia mendapatkan mimpi yang benar-benar mengejutkan dia, dan sampai membuat raja Nebudkadnezar ketakutan.
4:6 Maka aku mengeluarkan titah, bahwa semua orang bijaksana di Babel harus dibawa menghadap aku, supaya mereka memberitahukan kepadaku makna mimpi itu.
·         Pernyataan ini hendak mengatakan bahwa, mimpi yang dialami oleh Nebudkadnezar yang tidak bisa dijelaskan oleh siapapun, sehingga dipanggil orang bijaksana dari Babel untuk memberitahukan makna mimpi yang dialaminya itu.

4:7 Kemudian orang-orang berilmu, ahli jampi, para Kasdim dan ahli nujum datang menghadap dan aku menceritakan kepada mereka mimpi itu, tetapi mereka tidak dapat memberitahukan maknanya kepadaku.
·         Orang-orang berilmu = menunjukkan kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan yang baik saat itu.
·         Ahli Jampi = Orang yang pintar ilmu gaib yang mengetahui hal-hal supranatural yang ada pada zaman itu.
·         Para Kasdim = Nama satu negara dan pendudukanya di Babel Selatan, kemudian dipakai untuk menunjuk Babel seutuhnya, khususnya pada zaman wangsa Babel yang terakhir (626-539 SZB). Suatu suku bangsa yang hidup setengah mengembara, menduduki padang pasir di antara Arab Utara dan Teluk Persia yang semula bermukim di daerah yang meliputi Ur dari orang-orang Kasdim, mereka berbeda dari bangsa Aram.
·         Ahli Nujum = Artinya Orang yang dapat meramal sesuatu dengan melihat bintang.  Orang yang dapat meramal sesuatu dengan melihat bintang diistilahkan sebagai Ahli Nujum.  Jadi arti Ahli Nujum adalah Orang yang dapat meramal sesuatu dengan melihat bintang.
·         Dalam Ayat ini hendak mengatakan bahwa siapapun yang telah dipanggil oleh Nebudkadnezar tetap saja tidak ada pengaruh dan tidak bisa membantunya menafsirkan mimpinya itu.
KESIMPULAN
Tema pokok dalam pasal ini diringkaskan dalam ayat 17, 25, dan 32, yaitu “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya” dan pikiran yang sama diucapkan dengan kata-kata yang berbeda dalam ayat 26, 33-34 dan 37. Allahlah yang memerintah segala sesuatu sebagai Raja Surga, dan meskipun seorang raja manusiawi sangat berkuasa atas kerajaan yang luas, tetapi kekuasaan serta kemuliannya adalah di bawah kekuasaan serta kemuliaan Allah itu. Waktu pemerintahan raja manusiawi itu terbatas, dan Allah dapat menurunkan dia dari takhtanya dan menggantikan dia dengan orang lain, bahkan orang yang paling kecil atau rendah. Sebab Allah bebas bertindak menurut kehendakNya.




[1] D.S Russel. 2007, Penyingkapan Ilahi:Pengantar ke dalam Apokaliptik Yahudi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 19, 36-43 H.Jogersma. 2003, Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba:Sejarah Israel dari 330 SM-135 M. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 73,74
[2] Willi Marxsen. 2006, Pengantar Perjanjian Baru:Pendekatan Kritis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 337
[3] H.Jogersma. 2003, Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba:Sejarah Israel dari 330 SM-135 M. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 73,74
[4] Y.M Seto Marsunu (ed). 2007,Apokaliptik : Kumpulan Karangan Simposium Ikatan Sarjana Biblika Indonesia 2006. Lembaga Alkitab Indonesia. 10-18
[5] Harry Mowvley. 2006, Penuntun ke dalam Nubuat Perjanjian Lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 113.
[6] 2007, Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer no 12-2000. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 12-15
[7] S.M Siahaan, Robert M.Paterson. 2007, Kitab Daniel: Latar Belakang, Tafsiran dan Pesan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 17
[8] W. S. Lasor, dkk. 2008. Pengantar Perjanjian Lama 2. Jakarta: Gunung Mulia. Hlm. 411.

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama