MAKNA GEREJA

Masa kecil saya adalah hidup di sekitar lingkungan gereja, karena ayah saya adalah seorang pendeta jemaat di Gereja Protestan Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA). Kami sekeluarga setiap lima tahun sekali selalu berpindah-pindah tempat tinggal, dari desa satu ke desa yang lainnya, atau juga dari desa menuju ke kota. Saya merasakan hidup di lingkungan gereja sejak kecil dan memang saya bertumbuh dengan baik tidak hanya berdampak dari keluarga saja, tetapi lebih khusus lebih terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja. Mulai dari TK (Taman Kanak-kanak) sampai Sekolah Dasar (SD) saya mengikuti Sekolah Minggu di gereja yang persis di samping rumah. Dengan hati yang begitu gembira dan sukacita ketika Hari Minggu telah datang, dan saat itulah yang kami selaku anak-anak sekolah minggu saat itu, menunggu hari istimewa yang berbeda dengan hari-hari lainnya, dari sekolah minggu tersebutlah karakter kami dibentuk, kami diajar untuk selalu dekat kepada Tuhan Yesus, dan semakin rajin membaca Firman Tuhan.

            Seiring berjalannya waktu, ketika beranjak remaja saat itu saya mengikuti kembali kegiatan gereja, yakni persekutuan remaja, dalam persekutuan tersebutlah kami semakin mendalami Tuhan Yesus di setiap pribadi kami masing-masing. Dalam masa remaja inilah gereja seharusnya lebih fokus dan lebih menyadari pentingnya usia remaja untuk dibina, karena dalam tahap remaja tersebutlah anak semakin ingin mencari jati dirinya yang sebenarnya. Pada saat itu yang teringat adalah ketika melakukan katekisasi singkat atau kilat dalam waktu kurang lebih 4 bulan, yang menjadikan pelajaran katekisasi tersebut sangat tidak efektif, dan terlihat gereja kurang memperdulikan remaja saat itu. Pada masa tahap tersebut, saya kurang merasakan dan memaknai arti gereja yang sesungguhnya dalam kehidupan remaja saat itu. Ketika beranjak memasuki tahap pemuda, gereja mempunyai suatu persekutuan bagi kaum pemuda dan pemudi, dalam tahap inilah saya dan teman-teman di persekutuan pemuda menjadi seperti persekutuan yang terpisah dari persekutuan lainnya yang ada di gereja, oleh karena kami dituntut untuk menjadi persekutuan yang mandiri, disini sudah sangat terlihat peran gereja atau pendeta dan majelis jemaat seperti lepas tangan untuk menangani persekutuan pemuda ini. Sebenarnya di dalam persekutuan pemuda inilah gereja benar-benar melakukan kerjasama yang baik, sehingga terjalin suatu hubungan yang baik di dalam tubuh gereja itu sendiri.
            Dari pengalaman saya ketika bergereja di Kendari, Sulawesi Tenggara saya memaknai bahwa gereja yang seharusnya menjadi pendamping bagi umatnya dengan baik, malah sebaliknya gereja hanya memikirkan kepentingan-kepentingannya masing-masing, tanpa melihat bahwa pertumbuhan gereja yang baik tidak terlihat dari banyaknya jumlah warga jemaat di dalam gereja tersebut, tetapi dilihat dari kualitas pembinaan warga jemaatnya. Dari pemikiran tersebut saya hanya melihat gereja sebagai institusi yang tidak berkembang dan tidak membawa perubahan yang signifikan bagi pertumbuhan iman warga jemaat. Gereja menurut saya harus mengelola dengan baik warga jemaatnya, merangkul dan membimbing dengan rasa pelayanan yang sungguh-sungguh, sehingga dengan sikap demikian gereja dapat menunjukkan perannya yang sebenarnya berada di dunia ini, yakni dipanggil keluar dari ‘dunia’ untuk memberitakan kabar baik atau kabar sukacita bagi setiap orang, tidak hanya di dalam lingkungan gereja sendiri, tetapi yang lebih penting gereja harus menjangkau orang-orang yang menderita, tertindas, kesusahan di luar sana, jangan menjadi gereja  yang merasa sudah nyaman dengan apa yang telah dilakukan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, dan berkontribusi secara nyata seperti Tuhan Yesus yang turun ke dalam dunia untuk menjadi garam dan terang bagi dunia ini.

            Pergumulan tentang gereja yang saya perhatikan saat ini, yakni gereja pada masa kini sudah merasa nyaman dengan apa yang telah mereka perbuat, gereja pada masa kini kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan sangat kurang tanggap terhadap hal-hal seperti itu. Hal yang saya sebutkan tersebut, diakibatkan karena gereja pada masa kini mempunyai suatu pola pikir bahwa permasalahan yang dialami oleh masyarakat bukan tugas dan tanggung jawab dari gereja, gereja hanya bertugas untuk memberitakan Injil. Pernyataan seperti itu salah besar, karena gereja adalah bagian integral dari masyarakat yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, dengan demikian gereja harus berkontribusi nyata pada permasalahan yang terjadi, dan terlebih harus peka terhadap permasalahan tersebut. Saya melihat pergumulan yang dihadapi oleh gereja saya GEPSULTRA, yakni kurang adanya rasa keberanian yang besar dalam diri gereja sendiri agar tidak terikat dalam pemerintahan, oleh karena GEPSULTRA sangat dekat dengan Pemerintah Daerah sehingga GEPSULTRA yang sebenarnya adalah institusi lembaga yang mempunyai wewenang sendiri, menjadi lembaga yang merasa minder dengan keberadaannya, dan GEPSULTRA seperti hanya ‘diatur’ oleh pemerintah daerah setempat, dalam hal ini pemimpin-pemimpin gereja harus melihat hal tersebut menjadi hal yang serius, karena hal itu dapat menyebabkan kemunduran peran gereja yang sebenarnya dalam masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama