ETIKA.....??? MASIH RELEVANKAH???


           Dengan membaca kisah mengenai Yehuda dan Tamar, pada awalnya perlu diceritakan latar belakang kisah tersebut. Dimulai ketika Yehuda kawin dengan perempuan kanaan yaitu Syua, kemudian melahirkan tiga orang yang pertama Er, anak kedua Onan, dan anak ketiga Syela. Diawal cerita Yehuda mengambilkan Er seorang istri, yaitu Tamar. Kemudian Er menikah dengan Tamar, tetapi Er meninggal pada usia muda dipandang jahat di mata Tuhan, maka Tuhan membunuh dia, dalam hal yang pertama ini bisa dikatakan bahwa Yehuda mengambil jalan Etika Kewajiban karena di dalam pengambilan keputusan dari Yehuda tersebut kehendak Tuhan yang akan dinyatakan, dalam perintahNya.
            Kemudian Tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh Yehuda yakni Setelah Er mati, Tamar menjadi seorang janda tanpa anak, dan di dalam hukum Yahudi Tamar harus menikah dengan saudara iparnya.  Hal inilah yang disebut dengan perkawinan levirate.  Tujuan perkawinan ini adalah untuk melanjutkan garis keturunan dari suami yang telah meninggal sehingga “… nama itu tidak terhapus dari antara orang Israel” (Ul. 25:6).  Namun demikian, tradisi perkawinan levirate juga dapat ditemukan di dalam tradisi bangsa-bangsa tetangga Israel, yaitu Asyur, Het, Nuzi dan Ugarit.Maka dari itu, perkawinan levirate merupakan sebuah praktik patriarkal. Ada dua hal yang perlu diperhatikan di dalam perkawinan levirate.  Pertama, jika sang janda menikah dengan saudara dari suaminya yang sudah mati, hal ini akan membantu sang janda mempertahankan kepemilikannya di dalam keluarga tersebut.  Menikah dengan seseorang di luar keluarga mengandung risiko kehilangan semuanya.  Kedua, laki-laki tersebut dapat menolak untuk menikahinya, namun hal ini tidak dianjurkan karena memalukan. Dalam kasus Tamar, nampaknya Yehuda memiliki peran yang dominan di dalam “memaksa” Onan untuk menikah dengan Tamar.  Hal ini tercermin pada saat Onan membiarkan maninya terbuang ketika bersetubuh dengan Tamar.  Onan pasti memiliki alasan pribadi untuk tidak melanjutkan garis keturunan Er, kakaknya. Dengan melihat situasi latar belakang seperti itu bisa ditarik kesimpulan bahwa jalan yang dipakai oleh Yehuda adalah Etika akibat dan etika kewajiban yang saling melengkapi, dimana dalam hal ini Yehuda memakai Etika akibat karena menganggap hasil dari perbuatan yang membenarkan setiap cara yang digunakan untuk mencapai hasil itu (hal yang penting bukan cara-cara melainkan maksud dan tujuan yang baik), etika Kewajiban yang dipakai oleh Yehuda kepada Onan yakni apa yang dilakukan oleh Yehuda didasari oleh hukum dan perintah dari Tuhan, dan ini merupakan suatu perbuatan yang wajib dilakukan, meskipun dilihat Yehuda memaksakan kehendaknya untuk memaksa Onan menikah dengan Tamar.
            Yehuda telah kehilangan kedua anaknya sehingga membuat Yehuda tidak lagi menginginkan keturunan dari Tamar.  Dua anaknya telah meninggal, dan jika perkawinan levirate ini dilanjutkan, maka anaknya yang terakhir pun takutnya akan meninggal.  Maka dari itu, Yehuda tidak memberikan Syela kepada Tamar untuk tinggal dengannya dengan alasan Syela belum cukup umur dan mengirim Tamar kembali ke rumahnya. Kemudian istri Yehuda meninggal, tetapi penyimpangan moral yang Yehuda lakukan terus naik.  Yehuda yang baru saja berkabung pergi ke Timna, tempat pengguntingan bulu domba, bersama Hira sahabatnya.  Acara pengguntingan bulu domba adalah sebuah acara perayaan yang ramai dan disertai dengan minum-minum. Yehuda lebih memilih untuk mengadakan acara kesenangan dan mengabaikan hak atas menantunya. Di tengah perasaan kecewanya, Tamar bangkit dan segera mengambil inisiatif jalan keluar.  Jika Tamar mengandung dari Yehuda, maka ia akan memberikan keturunan kepada suami pertamanya. kemudian Tamar menyamar sebagai seorang pelacur, karena Perayaan pengguntingan bulu domba adalah waktu yang tepat dipakai Tamar untuk menghampiri Yehuda.  Tamar menanti Yehuda di depan pintu masuk sebelum Yehuda masuk ke Timna untuk menghadiri pesta pengguntingan bulu domba. Kejadian 38:16 mencatat: “Lalu berpalinglah Yehuda mendapatkan perempuan yang di pinggir jalan itu.”  Jadi, kemungkinan memang bukan hanya sekedar memalingkan muka, namun juga Yehuda sudah mulai memalingkan hidupnya dari hukum yang berlaku. Namun dengan cerdik Tamar bernegosiasi tentang upah sundal terlebih dahulu.  Karena Yehuda tidak membawa upah sundal yang biasa diberikan, maka Tamar meminta jaminan.  Tentu saja bukan upah sundal yang dicari Tamar, tetapi jaminan itu yang akan menjadi barang bukti nantinya.  Jaminan tersebut berupa: meterai silinder atas nama Yehuda sendiri, kalung untuk mengikat meterai tersebut, dan  tongkat.  Setelah selesai bernegosiasi, Yehuda kemudian menghampiri Tamar. Lewat beberapa waktu dari kejadian tersebut, Hira, sahabat Yehuda mencari perempuan tersebut untuk membayarnya dan mengambil jaminannya. Namun, perempuan itu tidak ditemukan.
            Sekitar tiga bulan setelah peristiwa tersebut, Yehuda mendengar bahwa Tamar telah bersundal dan hamil dari persundalannya tersebut.  Tamar yang telah “terikat” perkawinan levirate dengan Syela telah mengandung.  Tanpa berpikir panjang, Yehuda mengangkat dirinya menjadi hakim dan segera menjatuhkan hukuman: “…bawalah perempuan itu supaya dibakar.” Terlihat dalam kasus ini, kekuasaan Yehuda atas Tamar sangat besar sekalipun Tamar tidak tinggal bersama-sama dengan Yehuda ataupun Syela.Di tengah kemarahan Yehuda, Tamar menunjukkan barang bukti berupa meterai, kalung dan tongkat, kemudian berkata, “Dari laki-laki yang empunya barang-barang inilah aku mengandung” Melihat bukti yang ada, dengan hancur hati dan perasaan yang bersalah menyadari bahwa anak yang dikandung Tamar adalah anaknya.  Yehuda mengakui kesalahannya, membebaskan Tamar dari tuduhannya dan bahkan memuji Tamar atas tindakannya.  “Lalu ia (Yehuda) berkata, ‘bukan aku, tetapi perempuan itulah yang benar.  Karena memang aku tidak memberikan dia kepada Syela, anakku” (Kej. 38:26).  Sebuah keberanian besar untuk Yehuda mengakui kesalahannya. Yehuda dengan berani menghadapi dosa kesalahannya.

            Dengan melihat latar belakang cerita tersebut, setelah Yehuda mengetahui bahwa perempuan yang ia hampiri saat itu adalah Tamar, Yehuda langsung mengakui kesalahannya, membebaskan Tamar dari tuduhannya dan bahkan memuji Tamar akan tindakannya, ini merupakan jalan etika tanggung jawab, karena Yehuda dapat mengambil keputusannya itu dengan mengindahkan akibat dari perbuatan yang ia lakukan, ini merupakan suatu perbuatan etis yang dianggap baik sehingga dilakukan sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Jalan etika yang dipakai oleh Tamar adalah jalan etika akibat, karena pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Tamar adalah telah mengetahui terlebih dahulu akibat-akibat yang akan dia hadapi, sehingga Tamar sudah merencanakan cara untuk mencapai tujuannya tersebut, yakni memberikan keturunan kepada suami pertamanya (hal apapun Tamar lakukan untuk mencapai tujuan tersebut), juga Tamar menggunakan jalan Etika Kewajiban dalam hal mempertahankan nasibnya sebagai perempuan saat itu, khususnya di Israel nasib perempuan tanpa anak adalah malapetaka yang teramat pahit dan menyedihkan, dan Tuhan mengatakan untuk kelanjutan dalam keselamatan kehadiranmu tidak kuperlukan. oleh karena itu Tamar merasa ingin memakai jalan etika kewajiban ini, demi mencapai tujuan yang baik bagi dirinya. Tamar juga menggunakan jalan etika tanggung jawab dalam situasi dia mempunyai anak, dan bertanggungjawab sebagai Ibu bangsa Israel dengan perbuatan yang dia lakukan kepada keturunannya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama