Penindasan tetap menjadi Penindasan, No Compromise!

Di awal perkuliahan ini, kami ditunjukkan ketika suatu masa dimana laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menjadi laki-laki. Ini merupakan suatu ‘keanehan’ tersendiri menurut pandangan saya. Oleh karena saya sudah tenggelam dalam budaya patriarki yang mengatakan perempuan itu tidak bisa menghakimi laki-laki, perempuan tidak bisa menjadi pemimpin, dsb.. Ini merupakan suatu gejolak yang besar di dalam diri saya, tetapi menjadi suatu tantangan yang memang mau tidak mau harus diubah cara pandang mengenai budaya patriarki, sebab jika tidak sudah tentu saya menjadi pelaku utama terhadap penindasan yang terjadi di muka bumi ini. Baik melalui pikiran, perbuatan dan perkataan.

            Topik besar perkuliahan hari ini ialah mengenai penindasan yang merupakan suatu wacana yang dapat meracuni, mengelilingi, memenjarakan atau menyembuhkan, memelihara atau menyuburkan (Luce Iragaray). Jika melihat dalam konteks penindasan terhadap perempuan, ini menunjukkan terhadap pemaksaan-pemaksaan yang dinamis, baik yang bersifat personal maupun bersifat sosial yang menghilangkan atau menyangkali perubahan perempuan tersebut. Jika ingin melihat penindasan terhadap perempuan, berarti harus melihat dari berbagai teori yang ada, seperti teori ekonomi, teori sosial, teori eksploitasi, teori kekerasan sosial, dsb.
            Ada dua jenis penindasan, yakni penindasan secara material maupun penindasan yang bersifat kebudayaan. Ketika berbicara mengenai penindasan secara material, yakni perempuan dibayar sangatlah rendah dan sangat rentang mengalami penindasan secara fisik maupun psikis. Kemudian penindasan yang bersifat kebudayaan, yakni perempuan hadir tetapi tidak Nampak/ dilarang hadir dalam pertemuan-pertemuan. Oleh karena itu dibutuhkan bagi perempuan dalam memakai analisa perekonomian/material guna melihat dan menganalisis gaji dan pekerjaan yang didistribusikan di sepanjang garis-garis gender. Dengan penindasan yang bersifat kebudayaan juga perlunya analisa dari sudut pandang kebudayaan. Kedua analisa ini haruslah dilakukan secara bersama-sama, karena kedua bentuk penindasan tersebut sangatlah berkaitan erat.

            Dengan melihat hal tersebut, saya dapat lebih menyadari bahwa memang benar keuntungan dari memahami hal tersebut, yakni orang-orang dapat mengerti betapa kompleksnya pekerjaan penindasan adalah orang yang pernah mengalaminya. Kemudian kekurangannya sangat banyak, yakni dari penindasan ini sangatlah mempengaruhi korban secara emosional (psikis) dan fisik, karena ia telah mengalami kerusakan-kerusakan yang akan mempengaruhi kemampuannya untuk menganalisa penindasan yang dialaminya.

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama