Khotbah di Fakultas Teologi UKSW
Berbahagialah
Engkau
Kebahagiaan
adalah dambaan tiap manusia. Akan tetapi hal yang menyedihkan dan tragis adalah
bagaimana manusia ingin mencari dan mendapatkan kebahagiaan itu. Kebanyakan
orang mengukur kebahagiaan itu dengan materi, Punya hp, tab, gadget baru, punya
banyak uang,
punya motor pribadi, mobil pribadi, punya banyak gelar, mempunyai
jabatan yang tinggi, mempunyai IPK yang tinggi… 4,5 misalnya, pokoknya punya
segala-galanya. Teori Hedonisme mengatakan bila kenikmatan dan kesenangan
terpenuhi, manusia merasa puas. Kalau sudah puas, ia bahagia. Tujuan utama
teori ini hanya kesenangan dan kenikmatan semata.
Apakah Betul?
Kepuasan dan kesenangan terpenuhi menjamin seseorang bahagia? Apakah betul,
dengan memiliki apa yang mereka butuhkan secara materi, kedudukan, atau
kehormatan dan juga memiliki hal yang mereka inginkan di dunia ini, maka jiwa
mereka dipuaskan? kenyataannya banyak orang yang memiliki segala-galanya toh…
masih belum merasakan kebahagiaan, dan juga kepuasaan sesaat di dunia ini
tidaklah membahagiakan, Bahkan kekosongan jiwa, perasaan kehampaan dan kesepian
semakin mengusik manusia, sehingga ia terus berpetualang mencari dan mencari
dan pada akhirnya menuai kekecewaan.
Adakah
orang yang tahu dan bisa memberi jawaban di manakah Kebahagiaan? Para Dosen dan
teman-teman mahasiswa/i yang saya kasihi, Tuhan Yesus menawarkan kebahagiaan
yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang mesti dimiliki setiap orang percaya.
Istilah “berbahagialah” (Yunani: Makarios) dapat diartikan ‘benar dihadapan
Allah’, ‘terbukti benar dihadapan Allah’, atau ‘sepadan dengan kehendak Allah’.
Dengan kata ini Tuhan Yesus menekankan hal-hal mana atau sikap yang seperti apa
yang sepadan dengan kehendak Allah. Dan bila seseorang melakukannya maka
seseorang sungguh akan memiliki kebagahagiaan sejati dan sukacita yang tetap.
Sebutan
Khotbah di Bukit ini pertama kali muncul dalam karya Agustinus dari Hippo
(354-430) dia adalah seorang teolog agung dari Afrika Utara. Khotbah di bukit
ini adalah khotbah pertama Yesus dari lima khotbah besar dalam Injil Matius,
Yesus menyampaikan khotbah di Bukit ini setelah memilih kedua belas murid.
Penulis Injil Matius ini mengumpulkan ucapan-ucapan tradisional dan
membentuknya menjadi suatu kumpulan ajaran Yesus. Dan ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Khotbah di Bukit diinterpretasi dengan berbagai cara, yakni
prinsip dari etika Kristen, nasihat kesempurnaan dan sebagainya. Melalui Khotbah
di bukit ini Yesus tidak memberi hukum-hukum dan peraturan-peraturan, tetapi Ia
menggariskan prinsip-prinsip yang menyangkut keberadaan manusia. Khotbah di
bukit ini diperkirakan di pinggir bukit, barangkali di Galilea. Dalam Kitab
Suci dan dalam tulisan keagamaan lain, gunung kerap kali merupakan tempat
istimewa untuk pewahyuan dari Allah. Para pendengar Khotbah di Bukit saat itu
jelas mencakup para murid yang telah dipilih Yesus, juga beberapa dari orang
banyak, lebih daripada itu khotbah ini dimaksudkan bagi pendengar yang lebih
luas daripada kelompok pengikut Yesus.
Teman-teman
mahasiswa/I dan para dosen yang saya kasihi, melalui sabda bahagia yang
disampaikan dalam bingkai Khotbah di bukit Yesus menyatakan “berbahagialah”
kepada orang yang tak terduga. Sabda bahagia ini merupakan suatu bentuk sastra
yang biasa dalam kitab Perjanjian Lama seperti Mazmur yang mana orang-orang
atau kelompok disebut bahagia atau selamat. (Mzm 1:1). Dalam kehidupan sebagai
mahasiswa/i terkadang kebahagiaan yang dirasakan adalah ketika tugas-tugas dan
tes-tes telah berlalu, juga ketika proposal tugas akhir telah disetujui di
rapat fakultas dan masa paling bahagia ketika libur semester akan tiba. Sebagai
dosen, terkadang kebahagiaan didapatkan ketika bertemu dan berjumpa dengan
keluarga, juga ketika melihat mahasiswa/inya sukses dan bisa lebih daripada
dosennya tersebut dan lain sebagainya. Lebih
daripada itu Kebahagiaan sejati yang Tuhan Yesus ajarkan bagi kita saat ini
terdapat dalam ucapan bahagia yang disampakan oleh Tuhan Yesus (ay. 3-12). Ayat
3-6 mewartakan bahagia orang yang miskin dalam roh (yang kondisinya menuntut kepercayaan total
dengan Allah), yang bersedih, yang lemah lembut dan mereka yang lapar dan haus
akan kebenaran (mereka yang tugas pokoknya dalam hidup adalah memenuhi kehendak
Allah). Kebahagiaan mereka umumnya di masa mendatang, tetapi juga dimaksudkan
di masa kini. Dengan menghayati nilai-nilai Kerajaan Surga di sini dan
sekarang, mereka mengantisipasi dan mengambil bagian dalam kebahagiaan yang akan
diberikan oleh Allah. Sebab Allah adalah sumber dari segala kebahagiaan. Harus
dipahami bahwa kebahagiaan bukanlah tujuan yang bisa diusahakan tetapi
merupakan buah dari hubungan yang akrab dengan Tuhan.
Ayat 7-10 juga
berpuncak pada penyebutan tentang kebenaran seperti dalam kelompok pertama
(Ay.6) Di sini suatu berkat diucapkan bagi yang berbelas kasih, yang jujur,
pembawa damai, Matius 5:9 memakai kata eirene
untuk kata damai yang artinya adanya hubungan erat dengan Allah karena
bertindak sesuai dengan kehendakNya. Dengan itu hubungan erat, kedamaian dan
rasa aman, dan keselamatan juga akan terjadi antar sesama. Kepada mereka yang
melakukan hal tersebut juga dijanjikan kebahagiaan di masa mendatang dari
Allah. Sabda bahagia terakhir dalam ayat 11-12, Yesus mengatakan bahwa
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh karena kebenaran. Bahasa Yunani memakai
kata dioko untuk kata aniaya. Dioko
berarti perbuatan bengis, semena-mena dan tidak manusiawi. Pernyataan Yesus
secara sepintas tampaknya tidak masuk akal, mana mungkin orang yang dianiaya
dapat berbahagia? Ia menderita dan tertekan, bukan bahagia… Kalau dianiaya
karena kesalahan itu wajar, misalnya: Massa memukuli orang yang mencuri. Tetapi
Yesus dengan Tegas mengatakan kalau dianiaya melakukan hal yang benar, ini
kebahagiaan. Mengapa? Karena kerajaan
sorga adalah milik kita, kita menjadi pengikut dari sang juru selamat yang
tersalib, oleh karena itu kita hendaknya belajar untuk bersukacita sebab kita
telah dianggap layak untuk menderita bagi nama Kristus. Dalam prakteknya, ini
akan berarti adanya integritas yang mutlak bagi kita umatNya, baik di
rumah/kos-kossan, di tempat kerja/bangku perkuliahan maupun di waktu senggang,
oleh karena itu kita diajar untuk hidup yang bercirikan kebenaran dalam hal
apapun, maka kebahagiaan sejati akan dirasakan.
Seorang Dosen
dan juga penulis buku, Sinclair B. Ferguson dalam bukunya, “khotbah di bukit”, memberi
pernyataan “Tuhan Berkata bahwa
berkat-berkat di luar diriNya hanyalah suatu fatamorgana”. Mereka menjanjikan
banyak, tetapi tidak memberikan apapun kecuali kekecewaan. Sedangkan hidup yang
diberkati Tuhan adalah semata-mata ditandai oleh nilai ketuhananNya.
Marilah
kita Belajar dan melakukan nilai-nilai yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Yakin dan percayalah kita akan merasakan
kebahagiaan yang sesungguhnya ketika kita melakukannya. Sebab, Pengajaran Yesus
adalah “kompas, bukan peta resmi yang terperinci; Ia memberi arah bukan
petunjuk-petunjuk”, Jadi Berhentilah mencari kebahagiaan di dunia, karena dunia
hanya akan memberikan kebahagiaan sementara. berbaliklah kepada Tuhan, ikuti
kompasNya dan lakukan nilai-nilai yang diajarkanNya melalui firman Tuhan,. maka
kamu pasti merasakan kebahagiaan yang sejati, Amin.
Comments
Post a Comment