Khotbah di Fakultas Teologi UKSW

Matius 5:1-12  1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.  2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:  3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.  4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.  5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.  6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.  7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.  8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.  9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.  10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.  11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.  12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Berbahagialah Engkau
            Kebahagiaan adalah dambaan tiap manusia. Akan tetapi hal yang menyedihkan dan tragis adalah bagaimana manusia ingin mencari dan mendapatkan kebahagiaan itu. Kebanyakan orang mengukur kebahagiaan itu dengan materi, Punya hp, tab, gadget baru, punya banyak uang,
punya motor pribadi, mobil pribadi, punya banyak gelar, mempunyai jabatan yang tinggi, mempunyai IPK yang tinggi… 4,5 misalnya, pokoknya punya segala-galanya. Teori Hedonisme mengatakan bila kenikmatan dan kesenangan terpenuhi, manusia merasa puas. Kalau sudah puas, ia bahagia. Tujuan utama teori ini hanya kesenangan dan kenikmatan semata. 
Apakah Betul? Kepuasan dan kesenangan terpenuhi menjamin seseorang bahagia? Apakah betul, dengan memiliki apa yang mereka butuhkan secara materi, kedudukan, atau kehormatan dan juga memiliki hal yang mereka inginkan di dunia ini, maka jiwa mereka dipuaskan? kenyataannya banyak orang yang memiliki segala-galanya toh… masih belum merasakan kebahagiaan, dan juga kepuasaan sesaat di dunia ini tidaklah membahagiakan, Bahkan kekosongan jiwa, perasaan kehampaan dan kesepian semakin mengusik manusia, sehingga ia terus berpetualang mencari dan mencari dan pada akhirnya menuai kekecewaan.
            Adakah orang yang tahu dan bisa memberi jawaban di manakah Kebahagiaan? Para Dosen dan teman-teman mahasiswa/i yang saya kasihi, Tuhan Yesus menawarkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang mesti dimiliki setiap orang percaya. Istilah “berbahagialah” (Yunani: Makarios) dapat diartikan ‘benar dihadapan Allah’, ‘terbukti benar dihadapan Allah’, atau ‘sepadan dengan kehendak Allah’. Dengan kata ini Tuhan Yesus menekankan hal-hal mana atau sikap yang seperti apa yang sepadan dengan kehendak Allah. Dan bila seseorang melakukannya maka seseorang sungguh akan memiliki kebagahagiaan sejati dan sukacita yang tetap.
            Sebutan Khotbah di Bukit ini pertama kali muncul dalam karya Agustinus dari Hippo (354-430) dia adalah seorang teolog agung dari Afrika Utara. Khotbah di bukit ini adalah khotbah pertama Yesus dari lima khotbah besar dalam Injil Matius, Yesus menyampaikan khotbah di Bukit ini setelah memilih kedua belas murid. Penulis Injil Matius ini mengumpulkan ucapan-ucapan tradisional dan membentuknya menjadi suatu kumpulan ajaran Yesus. Dan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Khotbah di Bukit diinterpretasi dengan berbagai cara, yakni prinsip dari etika Kristen, nasihat kesempurnaan dan sebagainya. Melalui Khotbah di bukit ini Yesus tidak memberi hukum-hukum dan peraturan-peraturan, tetapi Ia menggariskan prinsip-prinsip yang menyangkut keberadaan manusia. Khotbah di bukit ini diperkirakan di pinggir bukit, barangkali di Galilea. Dalam Kitab Suci dan dalam tulisan keagamaan lain, gunung kerap kali merupakan tempat istimewa untuk pewahyuan dari Allah. Para pendengar Khotbah di Bukit saat itu jelas mencakup para murid yang telah dipilih Yesus, juga beberapa dari orang banyak, lebih daripada itu khotbah ini dimaksudkan bagi pendengar yang lebih luas daripada kelompok pengikut Yesus.

            Teman-teman mahasiswa/I dan para dosen yang saya kasihi, melalui sabda bahagia yang disampaikan dalam bingkai Khotbah di bukit Yesus menyatakan “berbahagialah” kepada orang yang tak terduga. Sabda bahagia ini merupakan suatu bentuk sastra yang biasa dalam kitab Perjanjian Lama seperti Mazmur yang mana orang-orang atau kelompok disebut bahagia atau selamat. (Mzm 1:1). Dalam kehidupan sebagai mahasiswa/i terkadang kebahagiaan yang dirasakan adalah ketika tugas-tugas dan tes-tes telah berlalu, juga ketika proposal tugas akhir telah disetujui di rapat fakultas dan masa paling bahagia ketika libur semester akan tiba. Sebagai dosen, terkadang kebahagiaan didapatkan ketika bertemu dan berjumpa dengan keluarga, juga ketika melihat mahasiswa/inya sukses dan bisa lebih daripada dosennya tersebut dan lain sebagainya. Lebih daripada itu Kebahagiaan sejati yang Tuhan Yesus ajarkan bagi kita saat ini terdapat dalam ucapan bahagia yang disampakan oleh Tuhan Yesus (ay. 3-12). Ayat 3-6 mewartakan bahagia orang yang miskin dalam roh  (yang kondisinya menuntut kepercayaan total dengan Allah), yang bersedih, yang lemah lembut dan mereka yang lapar dan haus akan kebenaran (mereka yang tugas pokoknya dalam hidup adalah memenuhi kehendak Allah). Kebahagiaan mereka umumnya di masa mendatang, tetapi juga dimaksudkan di masa kini. Dengan menghayati nilai-nilai Kerajaan Surga di sini dan sekarang, mereka mengantisipasi dan mengambil bagian dalam kebahagiaan yang akan diberikan oleh Allah. Sebab Allah adalah sumber dari segala kebahagiaan. Harus dipahami bahwa kebahagiaan bukanlah tujuan yang bisa diusahakan tetapi merupakan buah dari hubungan yang akrab dengan Tuhan.
Ayat 7-10 juga berpuncak pada penyebutan tentang kebenaran seperti dalam kelompok pertama (Ay.6) Di sini suatu berkat diucapkan bagi yang berbelas kasih, yang jujur, pembawa damai, Matius 5:9 memakai kata eirene untuk kata damai yang artinya adanya hubungan erat dengan Allah karena bertindak sesuai dengan kehendakNya. Dengan itu hubungan erat, kedamaian dan rasa aman, dan keselamatan juga akan terjadi antar sesama. Kepada mereka yang melakukan hal tersebut juga dijanjikan kebahagiaan di masa mendatang dari Allah. Sabda bahagia terakhir dalam ayat 11-12, Yesus mengatakan bahwa Berbahagialah orang yang dianiaya oleh karena kebenaran. Bahasa Yunani memakai kata dioko untuk kata aniaya. Dioko berarti perbuatan bengis, semena-mena dan tidak manusiawi. Pernyataan Yesus secara sepintas tampaknya tidak masuk akal, mana mungkin orang yang dianiaya dapat berbahagia? Ia menderita dan tertekan, bukan bahagia… Kalau dianiaya karena kesalahan itu wajar, misalnya: Massa memukuli orang yang mencuri. Tetapi Yesus dengan Tegas mengatakan kalau dianiaya melakukan hal yang benar, ini kebahagiaan. Mengapa? Karena kerajaan sorga adalah milik kita, kita menjadi pengikut dari sang juru selamat yang tersalib, oleh karena itu kita hendaknya belajar untuk bersukacita sebab kita telah dianggap layak untuk menderita bagi nama Kristus. Dalam prakteknya, ini akan berarti adanya integritas yang mutlak bagi kita umatNya, baik di rumah/kos-kossan, di tempat kerja/bangku perkuliahan maupun di waktu senggang, oleh karena itu kita diajar untuk hidup yang bercirikan kebenaran dalam hal apapun, maka kebahagiaan sejati akan dirasakan.
Seorang Dosen dan juga penulis buku, Sinclair B. Ferguson dalam bukunya, “khotbah di bukit”, memberi pernyataan  “Tuhan Berkata bahwa berkat-berkat di luar diriNya hanyalah suatu fatamorgana”. Mereka menjanjikan banyak, tetapi tidak memberikan apapun kecuali kekecewaan. Sedangkan hidup yang diberkati Tuhan adalah semata-mata ditandai oleh nilai ketuhananNya.
            Marilah kita Belajar dan melakukan nilai-nilai yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.  Yakin dan percayalah kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya ketika kita melakukannya. Sebab, Pengajaran Yesus adalah “kompas, bukan peta resmi yang terperinci; Ia memberi arah bukan petunjuk-petunjuk”, Jadi Berhentilah mencari kebahagiaan di dunia, karena dunia hanya akan memberikan kebahagiaan sementara. berbaliklah kepada Tuhan, ikuti kompasNya dan lakukan nilai-nilai yang diajarkanNya melalui firman Tuhan,. maka kamu pasti merasakan kebahagiaan yang sejati, Amin.




Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama